Thursday 25 April 2013

That Moment [Part 21]



Akhir-akhir ini Ramzi jadi sering gabung kalau kita nongkrong di kantin.
“Lo pada tahu Kiara, kan? Lo lihat ya, bentar lagi dia bakal jadi cewe gue!” Kata Ramzi di depan anak-anak termasuk gue.
“Najis lo, PD banget parah!” Komentar Rian.
“Berani taruhan berapa, lo Kiara bakal mau sama lo? Hahaha!” Suara gelak tawa anak-anak semakin meramaikan kantin. Dezan yang ikut tertawa langsung melihat gue yang sama sekali nggak ketawa.
“BRAK!” Tanpa sadar gue menggebrak meja, menghentikan tawa anak-anak yang lain. Gue muak denger mereka ketawa.
“Kenapa, lo, Riz?” Tanya Leo dan Arya bersamaan.
“Lo nggak usah nyebut-nyebut Kiara di sini, deh!” Bentak gue.
“Udah-udah. Bahas yang lain aja, deh!” Kata Dezan yang sepertinya bisa baca pikiran gue. Gue bakal ngebalikin ini meja kalau dia nyebut nama Kiara lagi. Sayangnya dia nggak ngungkit-ngungkit Kiara lagi. Brengsek tuh cowo.
***
“Kak Fariz! Lihat aku punya apa!” Gue lagi asik main PS tiba-tiba Adis mengibaskan dua lembar kertas kecil di depan layar tv.
“Awas, de, ah! Lagi seru, nih!”
“Kakak nggak mau ini?” Adis berdiri tepat di depan televisi dan terdengar suara game over dari televisi itu.
“Aduuh. Emang itu apaan, Dis?” Gue berusaha sabar.
“Ini tiket masuk wonder land, Kak. Adis dikasih ini sama teman Adis. Ayah teman Adis itu manajernya wonder land. Kakak mau nggak? Adis lagi baik, nih.”
“Emang kamu nggak mau tiket itu?”
“Aku masih punya tiga lagi kok.” Adis menyodorkan dua lembar tiket itu.
“Kenapa ngasih dua?”
“Emang kakak mau masuk wonder land sendirian?” Tanya Adis polos.
“Iya, ya. Hahaha! Kamu pinter juga, de! Hahaha!” gue mengacak-ngacak rambut Adis.
“Makasih, ya, Dis!”
Adis itu emang adik gue yang paling hebat, deh. Dia bisa baca pikiran kakaknya. Dengan begini gue bisa nebus kebodohan yang gue lakukan waktu Kiara ulang tahun. Gue bakal ajak dia ke wonder land!
Besoknya, gue nunggu waktu yang pas buat ngasih tiket ini ke dia. Jam istirahat adalah waktu yang tepat, karena semua anak bakal sibuk masing-masing, jadi nggak akan ada suara berisik yang ngecengin gue waktu gue ngasih tiket ini. Tumben banget hari ini Kiara nggak ada di kelas. Gue jadi harus keliling sekolah nyari dia yang ternyata lagi duduk sendirian di pinggir lapangan basket.
Di sisi lain, gue lihat Ramzi jalan ke arah Kiara duduk. Nggak! Jangan lagi!
“Woy, Ramzi!” Gue pura-pura menyapanya sehingga dia berbalik melihat gue.
“Eh, Riz!”
“Mau ke mana, lo?”
“Oh, gue mau nyamperin Kiara. Mumpung dia lagi sendiri.” Kata Ramzi enteng.
Tangan gue mengepal, rasanya gue mau langsung nonjok dia. Untungnya gue sadar kalau ini di sekolah, resikonya besar.
“Sebelum lo deketin dia, kayaknya lo harus tahu sesuatu deh, Zi.”
“Apaan?”
“Lo nggak usah deh, coba-coba deketin Kiara!”
“Haha. Maksud lo apa? Lo mau saingan sama gue?” Ramzi nantang.
“Sadar dong lo lagi ngomong sama siapa!”
“Lo tuh ngomong nggak nyantai amat. Emang lo siapa?”
“Gue pacarnya Kiara! Puas lo!”
“Lo? Pacarnya Kiara? Ngeliat lo berdua sama dia aja gue nggak pernah. Terus sekarang gue harus percaya lo cowonya Kiara? Lucu!”
Sialan! Ramzi benar, gue emang nggak pernah berduaan sama Kiara. Wajar kalau dia nggak percaya kalau gue cowonya.
“Sekarang gini, deh. Kalau lo emang cowonya Kiara, lo buktiin dong!”
“Nggak perlu bukti-buktian! Kalau lo masih pengen temenan sama gue, lo jangan pernah ganggu dia!”
Gue langsung jalan menghampiri Kiara dan duduk sangat dekat disampingnya. Baru kali ini gue duduk sedekat ini sama dia. Dia emang benar-benar cantik. Berada disamping dia sedekat ini membuat gue nggak bisa ngomong apa-apa dalam beberapa detik. Ini kesempatan gue buat ngasih tiket wonder land ke Kiara. Tanpa berkata apa-apa,  gue langsung kasih tiket itu.
“Apa ini?” Tanya kiara.
“Tiket masuk wonder land. Hari Minggu, aku tunggu kamu di pintu masuk, ya!”
Tanpa berkata apa-apa lagi gue langsung berlari meninggalkan Kiara. Gue cukup nervous sekarang. Gue tahu Ramzi merhatiin apa yang gue lakukan barusan. Peduli apa gue sama dia, yang penting gue udah kasih dia peringatan. Sekali lagi gue lihat dia deketin Kiara, habis lo, Zi!

1 comment:

  1. akhir'y bisa di buka hahahaha :D

    mantep nih hehehhee :D

    ReplyDelete

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...