Thursday 27 October 2016

Harga Teman


Alih-alih ngerjain tugas atau melanjutkan nulis Bab 1 KKN, aku malah mau cerita.
Sebentaaar aja.
Jadi, sekarang aku jualan kaos polos dengan kualitas premium. (Penasaran kaosnya kaya apa? Nanti ya). Barang dagangan aku ini aku tawarkan ke hampir semua teman dan saudara aku dan orang-orang asing yang nggak aku kenal. Nggak cuma itu, aku juga promosi jualan aku di semua sosial media yang aku punya.
Ya, namanya juga usaha. Kenapa aku bold? Biar yang baca ngeh kalau itu usaha.

Aku senang kalau ada orang yang tertarik buat nanya-nanya barang yang aku jual apalagi kalau sampai beli. Wiihii.
Singkat cerita, suatu malam waktu aku lagi ngampus ada line dari seorang (sebut saja) teman yang nanya harga. Setelah aku kasih tahu, dia mulai nawar dan bersikeras untuk mendapat harga seperti yang dia mau. Sampai akhirnya keluarlah kalimat, "Yaudah sih, Sa, harga teman."
((Yaudah sih))
((Harga teman))
((Yaudah sih))
((Harga teman))
and I was like.. huh?

Bukan nggak mau 'bantu' teman dengan mengiyakan harga tawarannya. Hanya saja... Lu ga kira-kira apa ya? Itu harga udah murah (banget) dan lu masih minta "harga teman"?

Menurut kamus aku, harga teman adalah harga spesial yang diberikan kepada penjual untuk pembeli kalau pembeli itu adalah temannya(?)

Aku jualan kaos bukan buat impress teman-teman.
So please stop asking for "harga teman".
Lagi pula aku juga udah bilang kalau beli lebih dari satu dapat harga spesial. Tolonglah hargai usaha orang. Jangan mentang-mentang 'teman' jadi boleh maksa buat beli barang dengan harga yang dimau. memang "harga teman" itu ya ada aja. Meskipun tanpa kalian tahu si pedagang bisa nggak dapet untung atau bahkan nombokin demi membahagiakan kalian.

Tapi buat kejadian malam ini, aku benar-benar kesal bukan main.
Lu bikin aja toko sendiri atau beli aja ke tempat lain kalau emang menurut lu harga kaos yang aku jual itu mahal atau apalah apalah.
Tapi satu hal yang harus diinget, nawar boleh tapi yang sopan dan jangan maksa.


Dalam teori ilmu ekonomi sekalipun nggak ada yang namanya harga teman. Adanya harga jual.
Sekian.
Terima kasih.

Wednesday 12 October 2016

Pengalaman Bikin Paspor

Singapore adalah negara kedua yang aku kunjungi setelah Indonesia. wkwk. #SerahLuSa
April 2016 ini banyak banget hal pertama yang aku lakukan seperti pertama kali naik pesawat, pertama kali lihat awan dekat banget, pertama kali naik MRT, pertama kali naik skytrain, pertama kali pake vending machine, pertama kali lihat banyak orang ngomong bahasa asing, pertama kali nggak bisa tidur waktu tahu besok mau ke Singapore, intinya itu adalah pertama kali aku ke luar negeri. 
Senang? Banget.
Ada cita-cita dan khayalan aku yang jadi kenyataan: naik pesawat sama orang yang aku sayang. 
Naik pesawat adalah cita-cita aku dari kecil dan bisa satu pesawat sama orang yang aku sayang adalah khayalan aku dari beberapa tahun yang lalu. It was like "If I have a boyfriend.." wondering.
Dan semuanya terwujud hari itu. Rasa syukur nggak berhenti aku ucap dari sejak awal aku tahu mimpi aku bakal jadi kenyataan. 


Waktu tahu aku harus stay di sana selama kurang lebih 6 hari, meskipun nggak melarang, orang tua aku sepertinya khawatir banget. Terus aku bilang dengan santainya kalau aku bakal baik-baik aja ya pokoknya tenang ajalah.Santai aja.
((Santai aja))
((Santai aja))
Rasa khawatir mereka berkurang setelah akhirnya kak Aldi, pacar aku, mau nganterin aku. Arigatou!
Asalnya kak Aldi mau nemenin sampai aku selesai acara, tapi karena kak Aldi harus kerja jadi dia bakal pulang duluan. :(

Nah, kali ini aku mau berbagi tips pengalaman aku dari mulai persiapan dan bagaimana cara bertahan hidup di sana. Sedekat apapun jaraknya dengan Indonesia, Singapore tetap saja negara orang. Punya kebiasaan dan aturan yang beda dari Indonesia. #catet
Karena kayaknya bakal panjang banget, kali ini aku bakal berbagi pegalaman aku sebelum berangkat. 

#1. Paspor

Hal pertama dan paling utama yang harus disiapkan sebelum berangkat ke luar negeri. Tanpa buku kecil yang mirip buku nikah ini, kamu nggak akan bisa menginjak negara lain. Kecuali kalau kamu mau jadi turis ilegal(?)

Siapkan dokumen persyaratan untuk membuat paspor seperti Akte kelahiran, Kartu Keluarga, KTP, Materai. Apa lagi, ya? Kok aku lupa. 
Ada 2 cara bikin paspor yaitu dengan jalur online atau jalur manual.
Kalau online, 
kamu isi data di website-nya, habis itu nanti ditentuin tanggal kamu bisa datang ke kantor imigrasi pilihan kamu. Awas! jangan sampai kamu typo. Beda satu huruf dari nama yang ada di KTP bisa ribet urusannya.  Sebelumnya kamu bakal disuruh pilih mau bikin paspor biasa apa paspor elektronik. Kalau kamu punya budget lebih sekitar 600k-an, mending bikin paspor elektrik deh.
Wait. Kok jadi elektrik? emangnya pulsa? -___- #skip

Jadi kalau kamu mau ke Jepang dan negara-negara yang harus pake visa, nggak perlu bikin visa lagi. 
Kalau yang manual, siapin aja budget 400k. Nggak akan lebih dari segitu kok, masih ada kembaliannya. Hehe. Terus nanti ada pilihan lagi mau bikin paspor yang berapa halaman. Pilih yang halamannya paling banyak aja, 34 kalau nggak salah. Kalau yang cuma 24 halaman katanya itu buat mereka yang mau kerja di luar negeri. Dari yang aku baca-baca sih gitu. 
Setelah isi data, tinggal lakukan pembayaran di Bank yang dituju. Habis itu kamu nanti dapat semacam kode buat konfirmasi di website. Print dokumen-dokumen yang perlu.

Satu hal kalau mau bikin paspor lewat jalur online, jangan mepet-mepet ke waktu kamu mau berangkat ya. Karena jarak kamu isi data ke tanggal kamu bisa dateng ke kantor imigrasi itu sekitar 1 bulan. Jadi misalnya kamu isi data hari ini, kemungkinan kamu dijadwalin datengnya tuh bulan depan. Gitu.   

Sedangkan kalau jalur manual kamu ya isi datanya manual juga. Kamu bebas mau datang kapan aja. TAPI harus siap dengan antrian yang super panjang. Siang sedikit aja bisa-bisa cuma wasting time dan harus balik lagi besok saking panjang dan lamanya antrian. 

Baik jalur online atau manual, saat datang ke kantor imigrasi, kamu harus bawa kopian persyaratan dan berkas asli (buat jaga-jaga) dan simpan dalam map terpisah. 
Antrian jalur online dan manual juga dipisah. Tentu saja, jalur online antriannya lebih sedikit dan lebih cepat. Tinggal pilih. Aku saranin datangnya  pagi-pagi banget deh biar nggak buang-buang waktu. Jangan pake baju warna putih ya karena kita bakal difoto buat paspor langsung.

Kalau kamu beruntung, petugasnya bakal bolehin kamu ulang fotonya kalau merasa kurang pas. Tapi kalau kebagian petugasnya yang jutek, ga peduli itu ekspresi kamu lagi beler atau gimana, udah ga akan diulang lagi. Jadi, pas difoto jangan lupa siapkan ekspresi terbaikmu. Hehe.

Setelah itu, sekitar 3 hari kerja kamu harus balik lagi buat ambil paspor kamu. #asik
2 hari kerja juga biasanya udah jadi, sih. Di sini kita antri lagi nih. Makanya datangnya pagi-pagi. 

Dari pengalaman aku bikin paspor, hal-hal yang harus disiapkan dan diperhatikan adalah

> Siapkan uang. 
Uang buat bayar paspor, ongkos ke kantor imigrasi, dan logistik buat kita sendiri. Hehe.
> Teliti isi data. 
Kalau perlu baca ulang dan cek satu-satu ejaannya. Mulai dari nama, alamat, dan semuanya.
SEMUANYA!
> Siapkan berkas asli dan fotokopinya lengkap. 
Untuk fotokopi KTP, siapin aja fotokopi bolak-balik dan fotokopi yang bagian depan sama belakangnya ada di muka kertas yang sama karena nggak ada keterangan jelas buat format fotokopi KTP. 
Waktu aku sih, jadi dalam satu muka kertas itu bagian depan sama bagian belakang gitu jadi ga bolak-balik. Tapi karena aku cuma punya kopian yang bolak-balik, akhirnya si petugas minta 2 rangkap terus ditempel di satu kertas hvs gitu.
> Bawa map dari rumah.
 Biar ga ribet aja sih pas di kantor imigrasi. Umumnya mapnya warna hijau. Tapi nanti juga kita bakal dikasih map gitu tapi bawa aja deh. #GimanaSih wkwk.
> Bawa materai dan lem.
Ini juga biar nggak ribet pas di lokasi. Masalahnya waktu. Bawa lem juga ya, kamu mau nempel materai pake apa kalau nggak ada lem?
Bisa sih pake air liur minum. Terserah deh.
> Simpan paspor baik-baik. 
Jangan ilang atau kamu nggak bisa pulang.

Gimana? Ribet-ribet simple kan?
Sebenarnya punya paspor itu bisa jadi motivasi loh. Meskipun misalnya kita belum ada rencana buat ke luar negeri misalnya, bikin aja dulu. Kalau udah punya paspor kamu pasti bakal mikir, "sayang nih kalau nggak dipake. Ke mana, ya?"
Akhirnya? Kamu jadi semangat kerja dan berusaha buat bisa gunain paspor itu. Iya kan?
Terus nanti kalau udah ke luar negeri, motivasinya bakal beda lagi waktu lihat paspor.
"Wah, masih banyak halaman yang belum dicap, nih. Kemana lagi, ya?" :D
Hayo, mau ke manaaa?

Ice Skating

Skate with me! Be my arm to hold on to and even fall on.

Seperti anak yang baru bisa berjalan. Aku mengencangkan tali sepatuku dan mencoba berdiri. Ini pertama kalinya aku memakai sepatu dengan 'pisau' di bawahnya.
"Whoaa.." refleks aku memegang lengan laki-laki yang dari tadi sudah berdiri di dekatku.
"Bodoh."  katanya. 
"A..apa!?"
"Udah ayo cepetan."
Sulit sekali berdiri dengan sepatu model begini. Agak berat pada awalnya. Tapi akhirnya aku bisa berdiri dan berjalan menuju ice ring atas bantuan dia yang menemaniku membuat mimpi ini jadi kenyataan. 
Sebenarnya mimpi aku adalah bermain salju. Tapi berhubung di Inonesia nggak ada salju, (ada sih tapi jauh di puncak gunung Wijaya) jadi aku pikir main skating sepertinya ide yang bagus buat simulasi.
Dinginnnn!
"Dingin banget yaampun." Aku menggosok kedua tangan dan meniupnya. Ini ampuh untuk menghangatkan tanganku yang mudah ikut-ikutan dingin. 
"Payah. Gimana kalau ke Jepang, di sini aja udah kedinginan."
Huh. Dia itu.
Baiklah aku akan tunjukan kalau aku kuat dan nggak kedinginan! Tapi gimana dong ini dingin bangett >.<
Lalu sekarang gimana? Aku belum bisa berdiri tanpa memegang handle besi di sepanjang sisi ice ring ini. Aku takut jatuh.

Kecuali kalau jatuh di ice ring rasanya sama kaya lagi jatuh cinta ya nggak apa-apa.
"Kamu mau sampai kapan kaya gitu terus? Belajar ke tengah dong, ayo!" Katanya setelah sekitar setengah jam aku hanya berjalan di pinggir-pinggir ice ring. Aku heran, kenapa dia bisa begitu mudahnya berdiri tanpa pegangan?
Pelan-pelan aku melepas genggamanku dari pegangan besi dan memegang tangannya.
"Hwaaaa!" Aku berusaha menyeimbangkan tubuhku. Ini susah banget, asli.
"Jangan manja! Siapa yang semangat ngajak main skating? Sekarang udah ada di ice ring malah ga berani ke tengah." Dengan nada setengah marah dia melepaskan genggamanku.
"Iya tapi kan..."
"Udahlah, pulang aja kalau gitu ya. Buang-buang waktu banget." Katanya lagi.
"Jangan!"
Jahat!
Aku nggak mau pulang. Aku belum bisa. Aku mau main!
Setelah memberanikan diri, aku bisa berdiri tanpa pegangan dan sedikit-sedikit jalan ke tengah.
"Ahahaha. Bisa! Bisa aku bisaaa!" Aku kegirangan. "Daaaah!" Saking girangnya aku main meluncur ke mana pun aku mau.
Saat aku mulai merasa seperti princess Elsa, entah kenapa aku kehilangan keseimbangan dan kepeleset. Mungkin karena aku terlalu senang. Memang segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Termasuk kalau kita terlalu senang. Aku mencoba berdiri. Tapi susah juga. Daripada malu karena susah berdiri, aku berlaga benerin tali sepatu. Duh gimana nih, masa harus minta tolong mas-masnya?
Dia yang daritadi cuma mengawasi aku dari jauh akhirnya datang, tersenyum. Tentu saja bantu aku berdiri.
"Tuh kan bisa. Mana ada yang sakit nggak?"
Aku menggeleng. "Eh, balap yuk sampai sana!"
"Ayo."
"Yeeee!" Aku meluncur duluan. Sekarang aku bisa meluncur dengan gaya.
"Hati-hati!" 

Tuesday 11 October 2016

Rindu (lagi)

Dia nggak suka fairy tale. Dia nggak begitu tertarik dengan hal-hal yang berbau dongeng, kisah klasik putri dan pangeran, apalagi DRAMA. Satu lagi, dia nggak begitu suka makanan manis.
Dan dia (sebutlah) jatuh cinta pada perempuan yang menyukai itu semua.
***
Aku nggak suka film action, science fiction dan film mikir lainnya. Aku juga nggak begitu suka acara WWE Smack down dan hal-hal yang berbau kekerasan meskipun itu hanya sebuah film yang intinya ga ada yang beneran.
Dan aku merindukan laki-laki yang menyukai itu semua. 


Bahkan saat menulis ini aku sedang merindukannya. Andai boleh kuucap rindu setiap hari, mungkin aku akan melakukannya. Nggak ada yang larang juga. Aku bebas bilang rindu kapan saja. Sebenarnya tanpa aku bilang pun dia pasti tahu. Tapi kadang aku nggak peduli  dan tetap mengirim pesan singkat 'Aku kangen'.
Dua kata yang nggak akan mengubah apa-apa selain rasa ingin bertemu yang semakin kuat. Bodo amat. Pokoknya aku kangen.

Mungkin kalian (bahkan dia sekalipun) nggak tahu kalau aku pernah nangis hanya karena aku kangen sama dia. Dan sekarang kalian tahu.
Pernah heran kenapa aku bisa selalu kangen sama dia? Aku sendiri nggak tahu. Perasaan ini nggak berubah dan selalu ada setiap aku atau dia harus pulang. Sampai sekarang. Aku percaya, akan ada saatnya aku bisa ketemu dia setiap hari. Akan ada saatnya aku bisa dengar suara dan ceritanya setiap hari.

Aku bukan tipe orang yang suka mengungkapkan isi hati lewat status. Sekali-kali mungkin iya. Tapi kalau urusan perasaan, aku selalu berusaha menahannya. Menurutku orang lain nggak perlu tahu. Kalaupun mereka tahu, lalu apa? 

Dan sekarang aku membiarkan siapa saja yang membaca tulisan ini tahu bahwa aku merindukannya.

Rindu

 

Bukan aku membenci hujan. Hanya saja aku merindukan matahari.
Aku rindu melihat kucing guling-guling di rumput bermandikan sinar matahari.
Aku rindu merasakan hangat sinarnya saat menunggu lampu merah yang lamanya seabad itu. Membuat sebagian tanganku yang tidak tertutup kain lebih hitam. Saat pagi tak secerah biasanya, jangan pernah pikir matahari mengingkari janjinya untuk datang setiap pagi.

Tunggu.
Memangnya matahari pernah berjanji?
Meskipun langit seharian kelabu, matahari tetap bersinar. Di balik awan gelap itu.
Tidak peduli apakah panas dan sinarnya sampai ke bumi, matahari tetap berada di sana.

Sekarang aku bilang rindu, nanti mengeluh kepanasan.

Bukanku tak inginkan hujan. Hanya saja aku merindukan matahari.


Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...