Wednesday 30 September 2015

Bulan



Di sini ada yang suka merhatiin langit nggak? Aku suka ^^ (langit aja diperhatiin apalagi kamu) #mulai
Nah, dua malam terakhir aku perhatikan bulan itu terlihat sangat indah. Bagus banget pokoknya keren! Istilahnya itu full moon alias bulan purnama. Eh, full moon sama bulan purnama sama nggak, sih? #baka
Ingat pelajaran SD? Kalau bulan purnama itu tandanya air laut sedang pasang atau surut? Hayoo .....
.
.
Kok diam? wkwk.
Atau ada yang sudah tahu bedanya satu purnama di New York dan di Jakarta?
#jauhAmat

Kalau satu purnama di Bandung dan di Jakarta kayaknya nggak ada bedanya. Sering kalau aku lihat langit dan langitnya bagus, aku chat kak Aldi, "Kakak, lihat langitnya bagus." Atau "kak, bulan di sini sama di Jakarta sama, kan? Lihat deh." Ya intinya berharap waktu aku lihat ke langit, bulan, dia juga melihat langit dan bulan yang sama.
*bayangin* 
At least I see the same sky as you

Lalu?
Lalu aku berharap aku tersedot ke atas sana, ke bulan. ((tersedot)) dan jatuh ke -tempat-, hati, pelukan kakak. Wuuuz! Gitu. ahaha
Langsung ada backsound: "kau bidadari jatuh dari bulan di hadapanku. Heeyyaa" -CJR
Jadi bulan purnama itu semacam teleport yang bisa menghubungkan tempat aku sama kak Aldi. Gimana?
Atau waktu aku memandang bulan itu, tiba-tiba ada kak Aldi terjun dari bulan.
Atau karena aku sama kak Aldi melihat bulan yang sama, kita tertarik ke bulan dan ketemu di sana! Wihii.
Atau kalaupun aku nggak tersedot bulan, aku bisa nebeng naik roketnya bareng one direction. 
((nebeng))
"Hayo atuh, sasa, cenah mau ikut." Kata mereka.

Wuwuwu. Maaauuu. Haha #kemudianDitimpukHelmAstronot
Eh, tapi pas loh.. 
Itu one direction berempat naik roket mau ngapain coba? Ketemu Zayn Malik? Ya aku juga sama mau ketemu ZaaaaA-yn ldi.. #tetep
Kalau lihat bulan, aku nggak akan nyanyi lagu tentang bulan kaya lagu "oh bulan tolonglah daku katakan padanya.. Kucinta dia."
No.
Kenapa harus lewat bulan? Kenapa nggak ngomong sendiri?
Aku nggak butuh bulan atau apapun buat bilang apa yang mau aku bilang. Hehe. Tapi melihat bulan purnama seperti tadi malam, benar-benar membuatku ingin terbang ke -bulan- Jakarta.

Tuesday 29 September 2015

A crazy



A crazy ... Little thing called love (?)
Bukan. Ini bukan tentang cinta. Hehe.
ini tentang ‘orang gila’. Tema ini tiba-tiba muncul di kepalaku saat aku sedang di perjalanan menuju kantor, tepatnya saat semua kendaraan harus berhenti sebentar karena akan ada kereta api lewat. Disaat seperti itu, aku biasa memanfaatkan waktu dengan melihat-lihat sekitar. Kebetulan di sebelah kiri aku terdapat taman kecil dan aku mendapati seorang laki-laki yang sedang tertawa dan berbicara sendiri. Entah apa yang sedang dia bicarakan. Tapi melihat pemandangan seperti itu rasanya miris.
Siapa yang tidak pernah melihat 'orang gila' di jalan? Aku rasa semua orang pernah melihatnya. Seseorang dikatakan 'gila' bisa karena dia berbicara sendiri, tertawa sendiri, luntang-lantung tanpa arah, berjalan tanpa alas kaki, penampilannya kumuh dan kotor, bajunya compang-camping bahkan ada yang tidak memakai pakaian.
Dulu waktu aku masih kecil, aku sedang jalan-jalan dengan kakek. Kemudian aku melihat 'orang gila' yang berpenampilan aneh lalu aku berkata "ih orang gila.haha." Ya, aku tertawa. Aku sendiri tidak ingat kenapa aku tertawa. Yang aku ingat, setelah itu kakek berkata, "Jangan ditertawakan. Kasihan. Mereka itu sakit. Kita doakan saja, ya."
Sampai sekarang,  kata-kata kakek masih aku ingat. Semenjak saat itu, aku tidak pernah lagi tertawa saat melihat 'orang gila'. Aku mendoakannya. Mendoakan apa? Berdoa semoga mereka sembuh dan hidup lebih baik, tidak luntang-lantung di jalan membuat resah orang-orang.
Aku pikir mereka pasti memiliki beban pikiran yang sangat berat yang mengakibatkan jiwa mereka terganggu. Okay, aku bukan anak psikologi jadi aku tidak (belum mencari tahu) tahu pasti penyebab seseorang dapat dikatakan gila atau mengalami gangguan jiwa.
Tapi aku sering 'ngatain' orang normal 'gila'. Biasanya saat di jalan, ada pengendara yang main tikung gitu aja, tanpa sadar aku suka ngutruk dalam hati "dasar gelo." Padahal mereka sama sekali nggak gila. Hehe. Kalian juga pernah, gitu, kan? Ngatain temen sendiri misalnya, "Gila lo, ya?" Atau "stress lo." Yaa beda lagi sih itu mah, yaa. Skip.
Udah nggak terhitung seberapa sering aku melihat 'orang gila'. Dari yang masih terlihat rapi, sampai yang kucel dekil seedekil-dekilnya.
Hmm.. Apa mereka nggak punya keluarga? Apa nggak ada keluarga mereka yang mencari?  Keluarganya ke mana? Luntang-lantung seperti itu apa mereka nggak kelaparan? Kedinginan? Gitu.
Ke mana keluarganya??
Pertanyaan-pertanyaan itu yang sering muncul saat nggak sengaja melihat mereka.
Tapi katanya orang yang mengalami gangguan jiwa sudah tidak memiliki tanggung jawab lagi karena mereka sudah tidak mempunyai akal sehat(?)
Karena aku nggak bisa berbuat apa-apa untuk hal ini, seperti yang kakek bilang.. Lebih baik kita doakan :)

Monday 7 September 2015

Salah siapa?



Selamat pagi!
Kembali lagi bersama aku di blog aku #yaiyaDimanaLagi
So, lagi pada ngapain nih? Pastinya lagi baca blog aku, kan? Hehe. Makasih, ya sudah menyempatkan waktunya buat mampir kesini ^^
Jadi, tadi aku nggak sengaja dengar percakapan rekan kerja aku. Aku sendiri  nggak pernah niat buat nguping pembicaraan mereka, ya, istilahnya bomat gitu. Hanya kebetulan suara mereka terdengar sampai tempat aku jadi ya mau nggak mau aku dengar, dong?
“Kamu, sih, milih Jokowi.”
“Iya, siapa lagi tuh yang milih Jokowi tanggung jawab dollar jadi naik.”
And I was like “seriously?”
Sebenarnya kata-kata yang cenderung menyalahkan rekannya karena memilih presiden yang sekarang sudah terjadi sejak resminya Jokowi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Kita tahu sendiri seperti apa fenomena pilpres tahun lalu yang aku nggak habis pikir kenapa mereka bisa sampai bertengkar hanya karena perbedaan pilihan yang jelas-jelas itu hak setiap warga negara untuk bebas memilih calon presidennya. Sampai ada istilah yang namanya black campaign.
Kadang aku miris, gitu, lihat status orang-orang yang saling menghina, menyindir, menjelekkan lawan calon presidennya sampai bicara kasar kaya nggak pernah sekolah. Let’s say kita nggak suka sama orang, tapi ya nggak gitu juga, sih, caranya.
Sampai akhirnya Jokowi menjadi presiden, beberapa dari mereka yang mendukung Prabowo masih terus menjelekkan presidennya sendiri.  Pada awalnya aku pikir mereka seperti itu karena belum ikhlas aja calon presiden pilihannya ‘kalah’ dalam pemilu. Tapi, lama-lama kok kaya apa, ya?
Kesannya itu mereka seperti tidak mau dan tidak terima kalau negaranya dipimpin oleh Jokowi. (mungkin memang tidak mau) tapi, kan kita itu tinggal di negara yang sama, negara yang satu: Indonesia yang presidennya pun satu.
Kalau pas pilpres, kita bebas mau pilih dan dukung A atau B. Tapi siapapun yang akhirnya menjadi presiden, rakyat yang tadinya berbeda pilihan harus dukung presiden, dong?
Jujur aku nggak begitu ngerti dunia politik dan pemerintahan yang kaya gitu, sih. Jadi ini pemikiran aku aja yang aku pikir siapapun yang menjadi calon presiden tentu memiliki tujuan yang intinya ingin membuat negaranya maju dan lebih baik. Hanya saja setiap calon presiden memiliki cara atau visi misi yang berbeda.
Kita semua berharap Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik lalu bagaimana bisa kalau kita nggak mendukung dan pesimis duluan? Kenapa malah banyak orang yang masih suka koar-koar jelek-jelekin presidennya sendiri? Gitu.
Aku nggak bermaksud buat membela pihak manapun. Jadi presiden itu bebannya pasti berat banget. Beliau memegang kepercayaan jutaan rakyat untuk dapat memimpin suatu negara. Sekarang, kita sebagai warga negara ya harus mendukung siapapun yang sekarang jadi presiden, sambil mengawasi juga. Kalau ada kebijakan-kebijakan yang menurut kita kurang tepat atau apa kita bisa protes atau usul mengoreksi (ya, aku tahu nggak semudah itu juga tapi kan ada cara yang lebih baikah daripada menjelek-jelekkan atau menyalahkan orang yang telah memilih Jokowi). Itu aja, sih.
Dan aku masih nggak habis pikir sama orang yang bilang kalau dollar naik itu gara-gara presidennya. Aku pernah nonton video di youtube yang menjelaskan alasan dollar bisa naik sampai segitunya dan kalau ada yang berpikir SEMUA ini terjadi karena satu orang: presiden, atau SEMUA ini terjadi karena mereka yang sudah memilih Jokowi, aku udah nggak ngerti lagi.
Kalau sesama rakyat aja udah saling menyalahkan hal yang sudah lewat: pilpres. Sekarang ya kita jalani, banguun sama-sama dari hal kecil. Kalau masih berharap waktu bisa diputar ulang, mau gimana bisa maju?

Saturday 5 September 2015

SepTEAMOber



Kenapa judulnya SepTEAMOber? Karena aku cinta kamu kak Aldi. #HAHAHAhazegSasaaa
ini kalau ada orangnya aku pasti blushing banget >.<
Hehe.
Ya, siapa sih yang nggak tahu arti Te Amo?   
Saking banyak banget yang mau aku tulis, aku jadi lupa bikin postingan ala-ala menyambut bulan yang baru. Hehehe. September! Kenapa September identik dengan ceria? Karena ada lagunya. Hehe. Selain lagu September Ceria-nya Vina Panduwinata, Greenday juga punya  Wake Me up When September Ends. Jadi banyak lagu-lagu yang bawa-bawa September. teruss.. apalagi, ya?
Sama seperti awal-awal bulan sebelumnya, aku (kita) nggak tahu bakal ada kejadian apa aja di bulan ini, so, welcome September!  Semoga dihiasi dengan keceriaan ^^,
By the way, aku kangen kak Aldi. Hehehe *peace*.
Maksud aku, aku kangen hujan. Kangen kak Aldi juga #tetep.
Jalanan kering dan berdebu banget. Kalau siang panas, terik, dan gersang.  Hujan.. datanglah!
Time flies banget, ya, sih? Semakin hari waktu itu semakin cepat berjalan. Meskipun begitu, semoga September ini memang dihiasi dengan keceriaan, ya. Kita harus buat bulan ini ceria seperti apa yang kita semogakan. Keep smile!

Friday 4 September 2015

Hal sepele(?)



Hai! Aku bingung mau kasih judul apa buat postingan ini (?)
Pagi ini, aku mau sedikit membahas tentang hal yang mungkin sering dianggap sepele bagi sebagian laki-laki yang sebenarnya menjurus ke pelecehan. Apakah? Menyentuh bagian tubuh seseorang (perempuan) atau bahasa sehari-harinya dikenal dengan istilah mencolek. Sebenarnya tujuan dari mencolek itu sendiri bermacam-macam. Ada yang karena merasa sudah dekat, ada yang karena sok akrab, ada yang karena kebiasaan(?), dan ada juga yang karena nafsu.
Kalau dalam bahasa Sunda itu istilahnya cunihin. Kalau bahasa Indonesianya itu genit, ganjen. Kalau bahasa Jepangnya itu tai. Heheh.
Apapun alasannya, aku rasa semua perempuan nggak ada yang mau dicolek-colek kaya gitu. Termasuk aku sendiri nggak suka kalau ada cowo yang sok akrab, modus-modus sambil dekat-dekat atau nepuk pundak kaya gitu, ih, sering aku sentak dan aku hindarin aja habisnya malesin banget. Sama malesinnya sama orang yang merokok nggak tahu tempat. Please.
Mungkin bagi sebagian dari kalian (laki-laki) mengangggap hal seperti itu adalah hal sepele like, “yaelah pegang pundak doang.” atau “nyolek sebentar doang juga.” Okay, semua yang kalian pikir ‘doang’ itu bukan cuma ‘doang’ buat perempuan.
Pernah nggak, sih kalian berpikir kalau adik atau kakak perempuan kalian, anak kalian, diperlakukan seperti itu? Pernah berpikir sampai situ, nggak? Nggak semua perempuan merasa nyaman diperlakukan seperti itu. Banyak banget yang merasa risih dan akan menilai kamu sebagai laki-laki yang nggak berpendidikan dan nggak tahu sopan-santun. Mau dinilai seperti itu? Dan sebenarnya kalau kita nggak suka dan merasa nggak nyaman itu urusannya bisa sampai ke polisi, loh. Jadi ingat cerita om aku waktu di Jepang, jadi katanya kalau ada perempuan yang merasa risih pas lagi jalan diliatin sama cowo terus perempuan itu lapor polisi, cowonya bisa ditangkap. Jangan salah. Itu baru ngeliatin. Gimana yang sampai berani nyentuh?
Aku sendiri pernah marahin orang yang suka sok-sok akrab jayus gitu kaya nggak ada angin nggak ada apa pegang pundak, nyenggol gitu. Kalau dia pintar, dia pasti tahu dong aku nggak suka. Mungkin karena dia nggak punya otak, pas aku marah dia malah ketawa- najis. Bahkan pernah bilang gini, “Kalau sama pacarnya aja deket2.” And I was like, “Wtf are you talking about?” do you think that I will treat you like I treat my boyfriend!!? You wish!
Dan aku nggak akan pernah respect sama orang macam dia atau siapapun yang suka nanya “Kenapa Sa? Putus ya sama pacarnya.” atau “Sa, kapan putus?” sumpahya lo ngarep banget kasian gue. Bercanda? Buat aku, suatu hubungan itu nggak pantes buat dibercandain kaya gitu. Sampah banget bercandaannya.
Kembali ke topik pembahasan. Aku jadi berpikir kalau nanti aku punya anak perempuan, gimana caranya aku harus kasih tahu dan ajarin dia buat melindungi dirinya dari hal-hal seperti itu. Apalagi zaman sekarang tuh udah banyak banget kasus pelecehan yang aku yakin awalnya itu dari iseng colek-colek. Aku harus kasih tahu dia mulai dari dia mau masuk sekolah. Aku harus kasih tahu dia: nggak boleh ada seorang pun yang boleh nyentuh dia apalagi nyentuh bagian tubuh yang apasih tuh namanya? Ya itu deh. Kalau ada yang berani seperti itu, dia harus teriak dan lapor sama guru, juga harus kasih tahu aku karena aku bakal lindungin dia seperti ayahku yang sejak aku lahir menjaga dan melindungi aku. Bahkan kalau dengar cerita orang-orang, ayah itu  kurang suka kalau aku waktu masih suka digendong-gendong diciumin atau dipegang atau dicubit pipinya sama orang-orang. Tapi  ya mau gimana lagi namanya juga masih bayi pasti pada gemes(?) #PedeJaya
Sejak kecil, waktu aku masuk SD kelas satu, ayahku sering bilang “Ibaratnya, anak perempuan itu ketimun, lembut. Laki-laki itu durian. Tahu kulitnya, kan? Berduri, keras. Jadi kalau main di sekolah harus hati-hati. Jangan terlalu dekat sama anak laki-laki.” Kata ayah sambil merangkul pundakku dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang tas sekolahku. Beliau dengan sepenuh hati terus manjaga aku sampai aku dewasa sekarang. Ayah bahkan pernah marahin orang yang nyolek aku waktu aku lagi jalan.
Dan saat aku mulai dewasa, ayah bilang “sekarang Sasa kan sudah besar, sudah bisa memutuskan siapa yang boleh dekat sama Sasa. Karena semua yang Sasa punya itu yang jagain ya Sasa sendiri. Jadi yang boleh nentuin siapa yang boleh dekat kamu itu juga kamu sendiri.”
Dan memang ketika kita dewasa, semua keputusan dan pilihan itu kita yang putuskan.  Jadi kasarnya mungkin kaya “kamu tuh udah dewasa, udah tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Diri kamu itu punya kamu dan cuma kamu yang bisa menentukan, membatasi, dan melindungi diri kamu karena semua keputusan dan pilihan itu ada di kamu. Tinggal gimana kita menjaga kepercayaan mereka (orang tua),” gitu.
Begitupun kalau nanti aku punya anak laki-laki. Aku juga bakal kasih tahu dia hal yang sama. Dia harus bisa jaga diri dan kalau ada apa-apa dia tetap harus bilang sama aku karena aku bakal selalu ada buat dia. Selain harus bisa jaga diri, dia juga harus bisa bersikap baik ke anak perempuan. Aku bakal kasih tahu dan ajarin dia buat menghargai mereka dengan nggak main fisik ke anak perempuan, nggak kasar, apalagi jadi  cowo murahan yang suka colek-colek sana-sini. By the time, dengan sendirinya dia pasti tahu how to treat woman well dan menjadi laki-laki ‘berkelas’ yang tahu sopan-santun dan nggak dicap sebagai cowo yang cunihin atau apalah itu.
Kelak suatu hari dia punya pacar dia bisa menjaga, menghargai, dan melindungi pacarnya. Apalagi kalau nanti dia punya anak. Jadi apa yang aku ajarin bakal dia pake juga buat keluarganya nanti. Intinya, ketika kita merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang lain kepada kita, kita nggak boleh diam aja. Kita harus lawan atau kalau perlu timpuk pake batu kek apa biar dia tahu kalau kita nggak suka. Karena yang menentukan siapa yang boleh dekat sama kita, yang boleh nyentuh kita itu ya kita sendiri. Gitu.

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...