Aku kembali memejamkan mataku.
Membiarkan otakku memutar ingatan. Kali ini, aku mendapati diriku sedang duduk
di paling belakang, mengenakan seragam putih biru, seragam TK. Teman-teman yang
belum aku kenal sebagian sudah mengenakan seragam putih hijau. Tapi aku tidak
egitu peduli karena masih ada juga yang mengenakan seragam TK. Ada ibu guru
yang sedang berbicara di depan. Entah apa yang sedang beliau katakan. Aku tidak
bisa mendengarnya karena aku tidak ingat. Ada 44 anak di dalam kelas itu. Aku
belum mengenal mereka semua karena ini adalah hari pertama aku masuk SD. Hanya
itu yang aku ingat.
Pada saat istirahat, aku menghampiri
ibu yang sedang duduk bersama ibu-ibu yang lain, menungu anak-anaknya. Aku berlari menghampiri ibu. Dengan senang
aku berbisik padanya, “Sasa sudah punya teman. Namanya Nurani.” Lalu ibu
tersenyum. “Kenalan lagi sama yang lain.”
“Iya!” jawabku bersemangat. Setelah
itu ibu menyuruhku salim pada ibu-ibu yang tidak lain dan tidak bukan adalah
ibu dari teman-temanku. Aku juga berkenalan dengan anak-anak dari ibu-ibu itu.
Tapi aku tidak ingat siapa. –flash-
Sekarang aku mendapati diriku sedang
tertidur pulas dengan bantal dan guling yang sudah tidak beraturan posisinya.
Di samping ada adik dan ibu yang juga sedang tertidur. “Teng!” Suara batu
dilempar mengenai pagar besi lantai dua rumahku. Ibu, aku, dan adik sepertinya
tidak menyadari suara itu. Mereka tertidur pulas. Aku lucu juga, ya, kalau
sedang tidur! Hehe.
‘Tak!’ kali ini suara batu dilempar
mengenai pintu.
“Iyaa!” Kata ibu yang langsung
beranjak dari tempat tidur. Turun ke bawah membuka pintu.
“Assalamualaikum.” Itu suara ayah.
Nada ucapan salam yang khas milik ayah.
Kalau Ayah pulang, beliau memang
selalu pulang larut malam. Saat kami semua sudah tertidur. Tanda ayah pulang
adalah ada suara lemparan batu.
Karena kami semua tidur di lantai dua. Kalau
hanya mengetuk pintu depan, tidak akan terdengar. Dan hanya ibu yang terbangun
mendengar suara itu. Aku dan adikku tidak menyadari kalau ayah sudah pulang.
“Anak-anak udah tidur?” Tanya ayah.
“Udah. Jam delapan juga udah pada
tidur. Ayah bawa apa itu?” Kantong besar
yang baru disimpan ayah menjadi perhatian ibu.
“Bangunin sasa, gih.”
Aku masih berada di alam mimpi yang
indah sampai akhirnya aku dengar suara ibu memanggil namaku sambil
menggoyangkan badanku. Mau tidak mau aku meninggalkan alam mimpiku dan
terbangun. Ibu menaruh benda besar yang masih dibungkus plastik di atas kasur.
Sambil setengah sadar aku membuka
plastiknya, dibantu ibu. Sebuah tas! Tas dorong berwarna biru. Ditengahnya ada
lambang orang sedang berkuda. Gagangnya berwarna kuning dan sletingnya berwarna
emas. Bagus! Ayah membelikan tas dorong ini untukku. “Besok mau pake!” Aku
bersemangat.
“Ini buat ihsan.” Sebuah kotak yang
berisi robot-robotan berwarna biru. Robotnya
bagus, tapi adikku masih tertidur. Kalau dibangunkan, dia akan menangis.
Maklum, masih kecil. Mungkin dia akan
“Ya, tidur lagilah.” Ayah mengelus
kepalaku.
Keesokan harinya, aku memasukkan
buku-buku pelajaran ke dalam tas baru. Tas yang bisa didorong dan bisa
digendong. Tas dari ayah. Rasanya senang sekali punya tas baru.
Tas ini cukup besar kalau di simpan
di bangku. Aku jadi tidak bisa bersandar karena tasku yang besar. Tapi tak apa.
Aku senang! Banyak teman-teman yang melihat ke arah tasku tapi tidak
berkomentar apa-apa. Sebagian meledekku,
entahlah. Mungkin tas dorong seperti ini masih aneh di kalangan anak-anak SD
seusiaku.
Pada saat istirahat, aku
bermain-main keluar. Main lari-larian, uwi
nagok , dan permainan lain yang menyenangkan sampai bel berbunyi. Pada saat
aku kembali ke kelas, aku mendapati tasku sudah tergeletak di lantai. Ada
banyak bekas injakan sepatu di bagian depan. Tasku diinjak-injak oleh -entah
siapa-. Aku kaget dan langsung membersihkan bekas sepatu dengan tanganku.
Bagian depannya penyok karena
tertekan, tapi bisa kembali seperti semula. Rasanya ingin menangis tapi aku
tahan. Aku hanya diam seakan tidak terjadi apa-apa pada tasku. Berusaha tegar,
walaupun sebenarnya sedih sekali. Teman-teman yang melihat kejadian itu pun
diam. Membuatku semakin tidak tahu siapa teman yang tega melakukan ini pada
tasku. Teman? Apa orang yang sudah
menginjak-injak tasku itu masih bisa disebut sebagai teman?
***
Aku membuka mata. Kejadian itu masih
kuingat sampai sekarang. Meskipun samar-samar.
Pada hari pertama aku memakai tas dorong warna biru dari ayah, tas itu
diinjak-injak entah oleh siapa pelakunya.
Akujadi trauma untuk memakai tas dorong lagi. Aku tidak memakainya
setiap hari. Hanya hari tertentu saja. Tapi setelah itu aku ingat, teman-teman
yang lain juga memakai tas dorong. Meskipun begiu, tidak ada yang mempunyai tas
dorong berwarna biru seperti milikku. Kerena tas ini spesial ayah belikan
untukku. Terima kasih, ayah.
No comments:
Post a Comment