Waktu
aku masih SD, aku merasa berbeda dengan anak-anak perempuan lainnya, aku
melihat teman-teman perempuan memakai benda kecil di kedua telinganya. Ya,
anting.
Suatu
hari, Aku bertanya pada ibuku, "Bu, kenapa aku tidak punya anting?"
"Karena
kau tidak mempunyai lubang kecil di telinga."
Aku
bercermin dan memegang telingaku. Iya, tidak berlubang. Lalu kenapa teman-teman
yang lain memiliki lubang?
"Kebanyakan
anak perempuan ditindik saat mereka masih bayi, tapi kamu tidak ditindik."
"Ditindik
itu apa?" Tanyaku.
"Ditindik
itu dilubangi telinganya supaya bisa pasang anting,"
"Jadi,
punya lubang di telinga itu bukan tanda kalau dia itu anak perempuan asli ya,
Ma?"
"Kamu
ini bicara apa? Tentu saja. Lubang di telinga itu ada karena dilubangi. Bukan bawaan
dari lahir." Ibu tertawa kecil sambil mengusap kepalaku.
Aku
merasa lega karena ternyata aku sama dengan anak perempuan yang lain. Hanya
saja aku tidak ditindik. hiii:D
Tapi,
lama kelamaan aku merasa teman-temanku yang memakai anting terlihat lebih
cantik. Apalagi ada anting yang
bentuknya mickey mouse, donal bebek, dan tokoh-tokoh kartun lucu lainnya. Aku..
juga ingin punya anting. Aku ingin pakai anting.
---FLASHBACK---
Satu persatu anak-anak mau ke depan sambil membawa kertas ke depan. Aku masih berkutat dengan gambarku sambil sesekali melihat teman-teman yang sudah keluar kelas.
Satu persatu anak-anak mau ke depan sambil membawa kertas ke depan. Aku masih berkutat dengan gambarku sambil sesekali melihat teman-teman yang sudah keluar kelas.
“Ayo,
yang sudah selesai boleh istirahat.” Kata Bu Ika.
Tanganku
semakin cepat mewarnai gambar laut. Krayon biruku sudah pendek. Ini karena aku
terlalu sering menggambar laut dan gunung.
“Kenapa
tidak di PR-kan saja, sih?” Gumamku.
Bel
istirahat memang belum berbunyi, tapi anak-anak diperbolehkan untuk istirahat
lebih dulu kalau gambar mereka sudah selesai. Lumayan ,kan, jadi bisa istirahat
lebih lama!
Aku
melihat keluar jendela, ke arah ayunan. Dua ayunan itu sudah dinaiki oleh
teman-teman. Banyak teman yang lain berdiri didekat tiang ayunan mengantri
untuk bermain ayunan. Ayunan itu memang menjadi wahana permainan favorit
anak-anak seusiaku.
“Siapa
lagi yang sudah selesai?” Suara Ibu Ika membuatku kembali fokus mewarnai.
“sedikit
lagi. Sedikit lagi.” Aku berbicara pada diri sendiri.
Aku
merapikan krayon dan menyerahkan gambarku. Tanpa basa-basi aku berlari ke luar
kelas menyusul teman-teman yang lain.
Aku
sudah berdiri ikut mengantri untuk bermain ayunan. Antriannya cukup panjang
tapi aku yakin aku bisa bermain. Tunggu saja.
Akhirnya
setelah sekitar 10 menit menunggu, tiba giliranku bermain. Dengan cepat aku
duduk di ayunan dan mulai berayun. Semakin lama semakin tinggi. Aku senang
sekali! Rasanya seperti terbang! Tapi.. kebahagiaanku tidak bertahan lama
karena bel masuk berbunyi. Aku sudah tidak berayun lagi tapi masih duduk di
ayunan. Sedih.
“Masuuuk!
Masuuk!” Bobby, sang ketua kelas, berteriak.
“Ah,
kamu sih, Sa. Mainnya kelamaan! Aku jadi nggak bisa main. Tuh udah bel lagi!” Rudi
mengomel karena belum sempat bermain.
“Apaan
aku juga baru kok mainnya!”
"Ih,
sasa kamu kaya anak laki-laki! telinganya tidak pakai anting!" katanya
sambil pergi ke kelas. Dia memang menyebalkan, apa saja dikomentari. Aku diam. Disebut seperti anak laki-laki,
rasanya aku ingin menangis. Aku tidak seperti anak laki-laki!
---Flashback
berakhir---
“Bu,
kenapa aku tidak pakai anting? Kenapa telingaku tidak dilubangi waktu aku kecil?”
Tanyaku.
“Nggak
boleh sama Ayah.” jawab ibu.
Nggak
boleh? Kenapa ayah tidak mengizinkan aku pakai anting? Padahal kalau aku pakai
anting kan aku bisa terlihat lebih cantik kaya teman-teman lain. Ayah jahat!
“Bu!
Aku mau pakai anting!”
“Ya
boleh saja. Nanti telinga kamu ditusuk pakai jarum. Kamu tahan sakitnya?”
“Itu
sakit ya, bu?”
“Yaa..
sedikit. Tapi sekarang kan sudah ada yang tinggal ditembak.”
Aku
membayangkan pistol ditembakkan ke telingaku. Lalu telingaku bolong dan aku
bisa pakai anting. Tapi.. pakai pistol? Itu pasti sakit sekali!
“Ah,
nanti saja, deh, Bu.”
Sejak
saat itu, aku agak kesal pada ayah. kenapa telingaku tidak dilubangi waktu aku masih
bayi seperti anak perempuan yang lain? Kan kalau waktu masih bayi, aku tidak
akan merasakan sakit. Coba kalau sekarang, pasti rasanya sakit! Kenapa ayah
tega banget sama aku? *lebay*
Untuk
beberapa hari aku sudah lupa tentang masalah anting. Sampai suatu hari aku
teringat lagi dan aku kesal lagi sama ayah.
“Ayah,
kenapa aku nggak pakai anting waktu bayi?”
“Buat
apa?” Tanya ayah.
“Huh!”
Aku tidak menjawab pertanyaan ayah. aku kesal! Aku tidak mau dicium ayah. aku
tidak mau memeluk ayah. ini semua karena anting.
“Sasa
kok cemberu terus? Jadi jelek.” Kata ibu suatu hari.
“Kesal.
Kenapa waktu aku bayi aku nggak dikasih anting! Kenapa nggak boleh sama ayah!”
“Soalnya
waktu itu ayah nggak mau lihat kamu menangis. Kalau telingamu dilubangi, kamu
pasti akan menangis. Saking sayangnya sama kamu, Ayah nggak mau lihat sasa
kecil menangis kesakitan, meskipun itu hanya sebentar.”
Cerita
ibu seketika langsung menghapus kekesalan nggak jelasku pada ayah. aku
membayangkan masa bayiku yang aku sendiri tidak ingat. Ternyata ayah punya
alasan lain yangtidak pernah terpikir olehku. Alasan yang membuatku ingin
menangis. Bukan karena aku sedih, tapi karena aku terharu mendengar cerita ibu.
Aku bahagia memiliki ayah yang sayang padaku dengan caranya sendiri.
-Sasa-
No comments:
Post a Comment