Thursday, 14 November 2013

Miracle in cell no.7


Kemarin aku baca-baca katanya kemarin itu hari ayah nasional. Aku nggak tahu sejak kapan ada hari-hari yang kaya gitu. Hari air sedunia, hari jomblo sedunia, hari buah, hari apa sedunia. Pokokya banyak, deh! Bagus, sih, setiap hari seakan-akan adalah hari penting yang dikhususkan untuk sesuatu di hari itu.  Intinya sih hari apapun itu. Semuanya itu penting. Tanpa harus diberi nama hari ini hari itu atau apalah itu. Tapi dengan adanya nama-nama hari baru jadi terlihat lebih beragam. Hihi. Coba aja kalau setiap hari spesial itu berpengaruh pada kalender. Hari ayah jadi hari libur nasional, hari ibu jadi libur nasional, hari anak jadi libur nasional, hari ulang tahun jadi hari libur nasional juga. Whoaaa! Asik? Nggak. Sesuatu yang berlebihan itu tidak menyenangkan. Termasuk kalau kebanyakan tanggal merah.
Bicara tentang hari ayah, pasti kita langsung teringat ayah kita, kan?
Ayah. Kali ini aku mau cerita tentang ayah. Oh iya, ada yang sudah pernah nonton Miracle in Cell no.7 ? kalau belum, nonton deh. Kalau udah.. yaudah aja, aku cuma nanya. Hehe. Skip it!

Bukan karena kemarin adalah hari ayah nasional, tapi karena aku tiba-tiba teringat ayah saat mengetahui kemarin adalah hari ayah nasional, aku jadi ingin bercerita tentang ayah.  (apa bedanya?)
Aku akan mengajakmu menembus lorong waktu duniaku. Dunia yang masih aku ingat, bersama ayah .. mau ikut?  
Flashback …
~ Waktuku kecil hidupku amatlah senang. Senang dipangku dipangku dipeluknya. Serta dicium-dicium dimanjakan. Namanya kesayangan ~
Sepertinya aku belum sekolah saat itu. Entahlah, aku tidak begitu ingat. Yang aku ingat.. ayah pernah membawaku pergi ke Jakarta dengan menggunakan motor. Motor yang ayah pinjam dari tukang ojeg langganan tante. Sejak awal, aku tidak mau pergi ke Jakarta kalau tanpa ibu. Tapi ayah bilang kita hanya jalan-jalan. Aku pun duduk di depan ayah. Ayah mengikatkan ikat pinggang dan tali di perutku dan tersambung pada perut ayah. ikatannya sangat kuat. “Biar tidak jatuh,” kata ayah. ibu memakaikanku jaket jaketnya berlapis-lapis. “Biar tidak masuk angin,” kata ibu.
Dari awal aku sudah menahan tangis karena ibu tidak ikut bersamaku. Tapi ayahku bilang kita tidak akan pergi ke Jakarta, hanya jalan-jalan. Awalnya aku senang sekali naik motor bersama ayah. duduk di depan lagi! Tapi ketika motor melaju terus sampai puncak, aku sadar kalau ini memang jalan-jalan. Ya, jalan-jalan ke Jakarta.  
Aku mulai menangis. Meminta ayah untuk putar balik. “Pengen pulang! Pengen pulang!” aku berteriak sambil menangis, mencoba memutar stang motor yang tidak bisa kugerakkan. Aku memukul-mukul tangan ayah agar ayah memutar balik motornya pulang. “Iya, sebentar di depan sana kita putar balik.” Kata ayah.  aku percaya dan tidak menangis lagi. Tapi, ayah tak juga memutar balik motornya. Aku kembali menangis sejadi-jadinya sambil berteriak “Puter balik. Balikin motornyaaa.” (motor dibalikin rek kumaha bisa balik geura? Wkwk)
aku menangis sejadi-jadinya sambil memukul, mencubit, bahkan mencakar tangan ayah. menggoyang-goyangkan tangan beliau supaya memutar arah. Tapi sekuat apapun aku menangis, ayah hanya berkata “iya sebentar tuh sebentar lagi di depan.”
Entah di mana ‘depan’ yang ayah maksud sampai  akhirnya aku tertidur dan ketika aku membuka mata, aku sudah berada di Jakarta. Di rumah nenek. Ayah bohong padaku. Katanya kita nggak akan ke Jakarta, tapi kenapa kita ke Jakarta? Entah apa yang membuatku tak ingin pergi ke Jakarta tanpa ibu. Setelah itu, aku tidak ingat lagi.  Mungkin saat itu  aku tidak bisa apa-apa dan akhirnya aku asik bermain di rumah nenek.  Yang aku ingat, hari itu aku lelah sekali karena aku menangis sejadi-jadinya sampai akhirnya tertidur.
Beberapa tahun kemudian, ayah pernah bertanya padaku apakah aku masih ingat dengan kejadian itu atau tidak. Tentu sajaa aku ingat! Aku hanya lupa kejadian setelah itu. Lupa total. Tak ada bayangan apapun setelah kejadian aku menangis saat itu.
Aku rasa setiap orang tua memang pernah berbohong kepada anaknya. Dan sang anak akan sellau percaya.
Ayah bilang, ayah tidak begitu suka melihatku suka diajak naik ojeg sama tante. “Makanya waktu itu ayah menyewa motor dan mengajak jalan-jalan, biar sasa puas. nggak naik-naik ojeg lagi.” Cerita ayah padaku.  “Ayah takut sasa jatuh. Soalnya sasa tidur pulas sekali, meskipun ayah sudah mengikat ikat pinggang berlapis-lapis. Nggak lagi-lagi,deh.”
Aku tersenyum mendengar alasan ayah. aku pikir waktu itu ayah jahat. Aku pikir waktu itu ayah mau memisahkan aku dari ibu (masih kecil pikirannya udah lebay ya. wkwk). Tapi sekarang aku mengerti.
Seorang ayah emamng punya cara tersendiri untuk menunjukkan rasa sayang kepada anak-anaknya.
Huaa! Mataku jadi berkaca-kaca :’(
Padahal baru flashback pertama. Tunggu flashback2 selanjutnya yaa.. 

No comments:

Post a Comment

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...