Kemarin aku baca-baca katanya kemarin
itu hari ayah nasional. Aku nggak tahu sejak kapan ada hari-hari yang kaya
gitu. Hari air sedunia, hari jomblo sedunia, hari buah, hari apa sedunia.
Pokokya banyak, deh! Bagus, sih, setiap hari seakan-akan adalah hari penting
yang dikhususkan untuk sesuatu di hari itu.
Intinya sih hari apapun itu. Semuanya itu penting. Tanpa harus diberi
nama hari ini hari itu atau apalah itu. Tapi dengan adanya nama-nama hari baru
jadi terlihat lebih beragam. Hihi. Coba aja kalau setiap hari spesial itu
berpengaruh pada kalender. Hari ayah jadi hari libur nasional, hari ibu jadi
libur nasional, hari anak jadi libur nasional, hari ulang tahun jadi hari libur
nasional juga. Whoaaa! Asik? Nggak. Sesuatu yang berlebihan itu tidak
menyenangkan. Termasuk kalau kebanyakan tanggal merah.
Bicara tentang hari ayah, pasti kita
langsung teringat ayah kita, kan?
Ayah. Kali ini aku mau cerita
tentang ayah. Oh iya, ada yang sudah pernah nonton Miracle in Cell no.7 ? kalau
belum, nonton deh. Kalau udah.. yaudah aja, aku cuma nanya. Hehe. Skip it!
Bukan karena kemarin adalah hari
ayah nasional, tapi karena aku tiba-tiba teringat ayah saat mengetahui kemarin
adalah hari ayah nasional, aku jadi ingin bercerita tentang ayah. (apa bedanya?)
Aku akan mengajakmu menembus lorong
waktu duniaku. Dunia yang masih aku ingat, bersama ayah .. mau ikut?
Flashback …
~ Waktuku kecil hidupku amatlah
senang. Senang dipangku dipangku dipeluknya. Serta dicium-dicium dimanjakan. Namanya
kesayangan ~
Sepertinya aku belum sekolah saat
itu. Entahlah, aku tidak begitu ingat. Yang aku ingat.. ayah pernah membawaku
pergi ke Jakarta dengan menggunakan motor. Motor yang ayah pinjam dari tukang
ojeg langganan tante. Sejak awal, aku tidak mau pergi ke Jakarta kalau tanpa
ibu. Tapi ayah bilang kita hanya jalan-jalan. Aku pun duduk di depan ayah. Ayah
mengikatkan ikat pinggang dan tali di perutku dan tersambung pada perut ayah.
ikatannya sangat kuat. “Biar tidak jatuh,” kata ayah. ibu memakaikanku jaket jaketnya
berlapis-lapis. “Biar tidak masuk angin,” kata ibu.
Dari awal aku sudah menahan tangis
karena ibu tidak ikut bersamaku. Tapi ayahku bilang kita tidak akan pergi ke
Jakarta, hanya jalan-jalan. Awalnya aku senang sekali naik motor bersama ayah.
duduk di depan lagi! Tapi ketika motor melaju terus sampai puncak, aku sadar
kalau ini memang jalan-jalan. Ya, jalan-jalan ke Jakarta.
Aku mulai menangis. Meminta ayah untuk
putar balik. “Pengen pulang! Pengen pulang!” aku berteriak sambil menangis, mencoba
memutar stang motor yang tidak bisa kugerakkan. Aku memukul-mukul tangan ayah
agar ayah memutar balik motornya pulang. “Iya, sebentar di depan sana kita
putar balik.” Kata ayah. aku percaya dan
tidak menangis lagi. Tapi, ayah tak juga memutar balik motornya. Aku kembali
menangis sejadi-jadinya sambil berteriak “Puter balik. Balikin motornyaaa.”
(motor dibalikin rek kumaha bisa balik geura? Wkwk)
aku menangis sejadi-jadinya sambil
memukul, mencubit, bahkan mencakar tangan ayah. menggoyang-goyangkan tangan
beliau supaya memutar arah. Tapi sekuat apapun aku menangis, ayah hanya berkata
“iya sebentar tuh sebentar lagi di depan.”
Entah di mana ‘depan’ yang ayah
maksud sampai akhirnya aku tertidur dan ketika
aku membuka mata, aku sudah berada di Jakarta. Di rumah nenek. Ayah bohong
padaku. Katanya kita nggak akan ke Jakarta, tapi kenapa kita ke Jakarta? Entah apa
yang membuatku tak ingin pergi ke Jakarta tanpa ibu. Setelah itu, aku tidak
ingat lagi. Mungkin saat itu aku tidak bisa apa-apa dan akhirnya aku asik
bermain di rumah nenek. Yang aku ingat,
hari itu aku lelah sekali karena aku menangis sejadi-jadinya sampai akhirnya
tertidur.
Beberapa tahun kemudian, ayah pernah
bertanya padaku apakah aku masih ingat dengan kejadian itu atau tidak. Tentu sajaa
aku ingat! Aku hanya lupa kejadian setelah itu. Lupa total. Tak ada bayangan
apapun setelah kejadian aku menangis saat itu.
Aku rasa setiap orang tua memang
pernah berbohong kepada anaknya. Dan sang anak akan sellau percaya.
Ayah bilang, ayah tidak begitu suka
melihatku suka diajak naik ojeg sama
tante. “Makanya waktu itu ayah menyewa motor dan mengajak jalan-jalan, biar
sasa puas. nggak naik-naik ojeg lagi.” Cerita ayah padaku. “Ayah takut sasa jatuh. Soalnya sasa tidur
pulas sekali, meskipun ayah sudah mengikat ikat pinggang berlapis-lapis. Nggak
lagi-lagi,deh.”
Aku tersenyum mendengar alasan ayah.
aku pikir waktu itu ayah jahat. Aku pikir waktu itu ayah mau memisahkan aku dari
ibu (masih kecil pikirannya udah lebay ya. wkwk). Tapi sekarang aku mengerti.
Seorang ayah emamng punya cara
tersendiri untuk menunjukkan rasa sayang kepada anak-anaknya.
Huaa! Mataku jadi berkaca-kaca :’(
Padahal baru flashback pertama.
Tunggu flashback2 selanjutnya yaa..
No comments:
Post a Comment