Friday, 2 December 2016

Find Me on Path

Inget nggak? Waktu awal-awal Path jadi pendatang? Banyak banget update-an (entah itu di facebook, twitter) yang isinya "find me on path". Seketika Path menjadi dunia  baru di kalangan pengguna sosial media.

Katanya lebih seru, lebih private, bisa tahu kalau orang lihat profil kita. Katanya begitu. Katanya.
Eh, ada yang setuju. Hehe

Tweet itu mungkin adalah ungkapan rasa kesalku karena muncul "Find me on path" di mana-mana. Geez...
Aku termasuk yang anti dan nggak niat bikin akun path karena aku pikir "Apanya yang private kalau orang-orang bisa tahu aku lagi di mana, lagi sama siapa?"
I
Just
don't
get
it. 
Where is the private side??

Mungkin karena aku nggak pake gadget yang mendukung aplikasi itu. Secara kan Path cuma bisa diakses di gadget yang spec-nya agak tinggi. Sedangkan gadget yang aku pake adalah Blackberry. So yeah. Hehe.
Suatu hari aku penasaran dan AKHIRNYA coba bikin akun Path pake android adik sepupu aku.
.
.
.
*scroll scroll*
Kesan pertama aku saat masuk ke dunia Path adalah aku seperti menemukan hal yang selama ini 'hilang'. (read: update-an teman-teman di facebook dan twitter). 
Sekarang aku mengerti maksud dari "Find Me on Path."
I find you guys. 

Dan sepertinya basa-basi atau pertanyaan "apa kabar?" itu nggak terlalu diperlukan lagi, deh. 
Ya. 
Aku rasa. 
Begitu.
Toh tanpa kita tanya pun kita bisa tahu dia lagi di mana, sama siapa, nonton apa, lagu apa yang dia dengar. Sedetail itu.

"Eh, si A gimana kabarnya, ya? Udah lama nggak ketemu."
"Ooh, dia sekarang gemuk loh, jalan-jalan terus. Minggu lalu kalau nggak salah dia baru pulang dari Bali."
"Waaah, kapan lo ketemu dia?"
"Nggak ketemu, sih. Cuma lihat di Path aja."

Pernah ngalamin percakapan kaya gitu atau semacamnya?
That's it! Seolah  hanya dengan lihat update-an seseorang kita sudah bisa menyimpulkan sendiri kabar orang itu. Nggak usah nanya lagi.

Dan aku juga termasuk yang suka update, berbagi cerita meskipun nggak ada yang nanya dan mau tahu. Tapi tetap aku share. Mau nggak mau orang yang berteman sama aku di sosial media pasti baca dan lihat itu. Begitu juga sebaliknya. Bisa nggak sengaja pas scroll timeline atau emang sengaja buka profil aku. 

Find me on Path. 
Mungkin juga bisa mengatasi rasa rindu dengan teman atau siapapun yang susah buat ketemu jadi "Setidaknya aku ketemu kamu, di Path." 
Kadang ada rasa sakit hati atau sedih waktu kita tahu 'cerita penting' tapi dari orang lain atau lebih parahnya lagi cuma dari update-an. 
Pikiran sama gumaman kaya gini pasti bakal ada:
"Oh, dia ke sana."
"Oh, jadi dia nonton sama si X."
"Dia ketemu sama si Z kok ga ngabarin, ya?"

Jawabannya nggak akan jauh dari:

"Emang kamu nggak lihat update aku?" atau "Emang kamu nggak lihat status aku?"  

Yap!
Aku sendiri sadar aku jadi...hmm.. istilahnya tuh ketergantungan sama sosial media. Kaya nggak mungkin nggak buka sosial media dalam sehari. Nggak mungkin. Tapi aku berusaha buat kurang-kurangin itu. 

Sampai suatu hari keadaan maksa aku buat uninstall beberapa aplikasi. Aku pilih uninstall Path karena aku merasa banyak waktu yang kebuang cuma buat scroll, bla-bla-bla. Baca dan lihat update-an orang terus udah. Ngapain banget, kan, kalau dipikir-pikir?

Baru beberapa hari aku uninstall aplikasi itu dan mungkin bakal masih ada yang mencoba buat cari aku di Path(?) 
"Si Sasa ke mana, ya? Kok nggak update2." MISALNYA. Haha.

Semenjak uninstall Path aku merasa hidup aku lebih sedikit 'ringan' karena aku jadi nggak banyak baca dan tahu update-an kehidupan orang lain. Ya. 

Pada dasarnya Path itu kan buat berbagi kehidupan aktivitas sehari-hari kan. Dan waktu Path ini masih ada di handphone, hampir setiap hari aku pasti buka Path dan menghabiskan waktu sekitar beberapa menit buat scroll, scroll, love moment, scroll, padahal nggak ada notif atau apa yang penting gitu. Jadi kaya #ngapainSihSa?
Bukan karena aku nggak peduli sama teman-teman aku di path atau apa tapi akan lebih baik kalau waktu buat scroll-scroll itu aku ganti sama aktivitas yang lebih bermanfaat misalnya scroll timeline twitter, instagram.
#LAH #BedanyaApa(?)

No, seriously twitter sama instagram lebih bermanfaat karena ada ilmu pengetahuannya, berita, dan banyak hal yang nggak ada di Path. Nggak menutup kemungkinan suatu hari nanti aku install aplikasi ini lagi. Entah itu karena mau update, mau tahu kabar teman-teman, lihat notifikasi, atau sekedar ingin bertemu kamu di Path.  

Saturday, 12 November 2016

Sakit

Ini mimpi. Ya, kan?

Waktu sakit gigi, aku pikir kayaknya lebih baik sakit hati. Dan saat sakit hati datang, aku rasa lebih baik sakit gigi aja. Ya, begitulah aku manusia. Sakit apapun sebenarnya nggak bisa dibandingkan dengan sakit yang menurut kita lebih baik. Nggak ada sakit yang 'mendingan'. Sakit apapun itu rasanya pasti sakit.

Aku bukan lagi anak kecil yang nggak harus berpikir dua kali untuk membiarkan orang-orang di sekitarnya tahu kalau dia sedang sakit atau sedih, bisa menangis di mana saja, atau mengadu pada  ibu dan ayah. 
Aku juga bukan lagi anak alay yang dengan mudah membiarkan orang lain tahu kalau dia lagi sedih. ....... is listening to ..... [lagu yang mendukung suasana hati], update status sedih yang kalau ditanya orang bilangnya "nggak apa-apa." atau bikin video nangis-nangis. Meskipun kenyataannya aku nangis, misalnya.  Ya, aku nangis. Bohong kalau aku bilang aku biasa-biasa saja saat sakit.


Apa kita masih memandang langit yang sama?

Kalau mau aku bisa seharian mengurung diri di kamar, menangis sampai sembab, nggak makan. Tapi... buat apa? Hari ini entah sudah berapa kali aku tidur dan saat terbangun aku bertanya pada diri sendiri "Ini mimpi. Ya, kan?"
Bagaimanapun, sesedih apapun, aku harus tetap tersenyum. Senyum yang kalau diperhatikan memang bukan senyum yang tulus. Hampa. Senyum yang terkesan  memang dipaksakan. Tapi tolong hargai sedikit usahaku untuk itu. Aku tidak sedang pura-pura bahagia. Hanya berusaha untuk tetap kuat saat aku sakit. Dan kau tahu rasanya? 
Sakit.



Thursday, 27 October 2016

Harga Teman


Alih-alih ngerjain tugas atau melanjutkan nulis Bab 1 KKN, aku malah mau cerita.
Sebentaaar aja.
Jadi, sekarang aku jualan kaos polos dengan kualitas premium. (Penasaran kaosnya kaya apa? Nanti ya). Barang dagangan aku ini aku tawarkan ke hampir semua teman dan saudara aku dan orang-orang asing yang nggak aku kenal. Nggak cuma itu, aku juga promosi jualan aku di semua sosial media yang aku punya.
Ya, namanya juga usaha. Kenapa aku bold? Biar yang baca ngeh kalau itu usaha.

Aku senang kalau ada orang yang tertarik buat nanya-nanya barang yang aku jual apalagi kalau sampai beli. Wiihii.
Singkat cerita, suatu malam waktu aku lagi ngampus ada line dari seorang (sebut saja) teman yang nanya harga. Setelah aku kasih tahu, dia mulai nawar dan bersikeras untuk mendapat harga seperti yang dia mau. Sampai akhirnya keluarlah kalimat, "Yaudah sih, Sa, harga teman."
((Yaudah sih))
((Harga teman))
((Yaudah sih))
((Harga teman))
and I was like.. huh?

Bukan nggak mau 'bantu' teman dengan mengiyakan harga tawarannya. Hanya saja... Lu ga kira-kira apa ya? Itu harga udah murah (banget) dan lu masih minta "harga teman"?

Menurut kamus aku, harga teman adalah harga spesial yang diberikan kepada penjual untuk pembeli kalau pembeli itu adalah temannya(?)

Aku jualan kaos bukan buat impress teman-teman.
So please stop asking for "harga teman".
Lagi pula aku juga udah bilang kalau beli lebih dari satu dapat harga spesial. Tolonglah hargai usaha orang. Jangan mentang-mentang 'teman' jadi boleh maksa buat beli barang dengan harga yang dimau. memang "harga teman" itu ya ada aja. Meskipun tanpa kalian tahu si pedagang bisa nggak dapet untung atau bahkan nombokin demi membahagiakan kalian.

Tapi buat kejadian malam ini, aku benar-benar kesal bukan main.
Lu bikin aja toko sendiri atau beli aja ke tempat lain kalau emang menurut lu harga kaos yang aku jual itu mahal atau apalah apalah.
Tapi satu hal yang harus diinget, nawar boleh tapi yang sopan dan jangan maksa.


Dalam teori ilmu ekonomi sekalipun nggak ada yang namanya harga teman. Adanya harga jual.
Sekian.
Terima kasih.

Wednesday, 12 October 2016

Pengalaman Bikin Paspor

Singapore adalah negara kedua yang aku kunjungi setelah Indonesia. wkwk. #SerahLuSa
April 2016 ini banyak banget hal pertama yang aku lakukan seperti pertama kali naik pesawat, pertama kali lihat awan dekat banget, pertama kali naik MRT, pertama kali naik skytrain, pertama kali pake vending machine, pertama kali lihat banyak orang ngomong bahasa asing, pertama kali nggak bisa tidur waktu tahu besok mau ke Singapore, intinya itu adalah pertama kali aku ke luar negeri. 
Senang? Banget.
Ada cita-cita dan khayalan aku yang jadi kenyataan: naik pesawat sama orang yang aku sayang. 
Naik pesawat adalah cita-cita aku dari kecil dan bisa satu pesawat sama orang yang aku sayang adalah khayalan aku dari beberapa tahun yang lalu. It was like "If I have a boyfriend.." wondering.
Dan semuanya terwujud hari itu. Rasa syukur nggak berhenti aku ucap dari sejak awal aku tahu mimpi aku bakal jadi kenyataan. 


Waktu tahu aku harus stay di sana selama kurang lebih 6 hari, meskipun nggak melarang, orang tua aku sepertinya khawatir banget. Terus aku bilang dengan santainya kalau aku bakal baik-baik aja ya pokoknya tenang ajalah.Santai aja.
((Santai aja))
((Santai aja))
Rasa khawatir mereka berkurang setelah akhirnya kak Aldi, pacar aku, mau nganterin aku. Arigatou!
Asalnya kak Aldi mau nemenin sampai aku selesai acara, tapi karena kak Aldi harus kerja jadi dia bakal pulang duluan. :(

Nah, kali ini aku mau berbagi tips pengalaman aku dari mulai persiapan dan bagaimana cara bertahan hidup di sana. Sedekat apapun jaraknya dengan Indonesia, Singapore tetap saja negara orang. Punya kebiasaan dan aturan yang beda dari Indonesia. #catet
Karena kayaknya bakal panjang banget, kali ini aku bakal berbagi pegalaman aku sebelum berangkat. 

#1. Paspor

Hal pertama dan paling utama yang harus disiapkan sebelum berangkat ke luar negeri. Tanpa buku kecil yang mirip buku nikah ini, kamu nggak akan bisa menginjak negara lain. Kecuali kalau kamu mau jadi turis ilegal(?)

Siapkan dokumen persyaratan untuk membuat paspor seperti Akte kelahiran, Kartu Keluarga, KTP, Materai. Apa lagi, ya? Kok aku lupa. 
Ada 2 cara bikin paspor yaitu dengan jalur online atau jalur manual.
Kalau online, 
kamu isi data di website-nya, habis itu nanti ditentuin tanggal kamu bisa datang ke kantor imigrasi pilihan kamu. Awas! jangan sampai kamu typo. Beda satu huruf dari nama yang ada di KTP bisa ribet urusannya.  Sebelumnya kamu bakal disuruh pilih mau bikin paspor biasa apa paspor elektronik. Kalau kamu punya budget lebih sekitar 600k-an, mending bikin paspor elektrik deh.
Wait. Kok jadi elektrik? emangnya pulsa? -___- #skip

Jadi kalau kamu mau ke Jepang dan negara-negara yang harus pake visa, nggak perlu bikin visa lagi. 
Kalau yang manual, siapin aja budget 400k. Nggak akan lebih dari segitu kok, masih ada kembaliannya. Hehe. Terus nanti ada pilihan lagi mau bikin paspor yang berapa halaman. Pilih yang halamannya paling banyak aja, 34 kalau nggak salah. Kalau yang cuma 24 halaman katanya itu buat mereka yang mau kerja di luar negeri. Dari yang aku baca-baca sih gitu. 
Setelah isi data, tinggal lakukan pembayaran di Bank yang dituju. Habis itu kamu nanti dapat semacam kode buat konfirmasi di website. Print dokumen-dokumen yang perlu.

Satu hal kalau mau bikin paspor lewat jalur online, jangan mepet-mepet ke waktu kamu mau berangkat ya. Karena jarak kamu isi data ke tanggal kamu bisa dateng ke kantor imigrasi itu sekitar 1 bulan. Jadi misalnya kamu isi data hari ini, kemungkinan kamu dijadwalin datengnya tuh bulan depan. Gitu.   

Sedangkan kalau jalur manual kamu ya isi datanya manual juga. Kamu bebas mau datang kapan aja. TAPI harus siap dengan antrian yang super panjang. Siang sedikit aja bisa-bisa cuma wasting time dan harus balik lagi besok saking panjang dan lamanya antrian. 

Baik jalur online atau manual, saat datang ke kantor imigrasi, kamu harus bawa kopian persyaratan dan berkas asli (buat jaga-jaga) dan simpan dalam map terpisah. 
Antrian jalur online dan manual juga dipisah. Tentu saja, jalur online antriannya lebih sedikit dan lebih cepat. Tinggal pilih. Aku saranin datangnya  pagi-pagi banget deh biar nggak buang-buang waktu. Jangan pake baju warna putih ya karena kita bakal difoto buat paspor langsung.

Kalau kamu beruntung, petugasnya bakal bolehin kamu ulang fotonya kalau merasa kurang pas. Tapi kalau kebagian petugasnya yang jutek, ga peduli itu ekspresi kamu lagi beler atau gimana, udah ga akan diulang lagi. Jadi, pas difoto jangan lupa siapkan ekspresi terbaikmu. Hehe.

Setelah itu, sekitar 3 hari kerja kamu harus balik lagi buat ambil paspor kamu. #asik
2 hari kerja juga biasanya udah jadi, sih. Di sini kita antri lagi nih. Makanya datangnya pagi-pagi. 

Dari pengalaman aku bikin paspor, hal-hal yang harus disiapkan dan diperhatikan adalah

> Siapkan uang. 
Uang buat bayar paspor, ongkos ke kantor imigrasi, dan logistik buat kita sendiri. Hehe.
> Teliti isi data. 
Kalau perlu baca ulang dan cek satu-satu ejaannya. Mulai dari nama, alamat, dan semuanya.
SEMUANYA!
> Siapkan berkas asli dan fotokopinya lengkap. 
Untuk fotokopi KTP, siapin aja fotokopi bolak-balik dan fotokopi yang bagian depan sama belakangnya ada di muka kertas yang sama karena nggak ada keterangan jelas buat format fotokopi KTP. 
Waktu aku sih, jadi dalam satu muka kertas itu bagian depan sama bagian belakang gitu jadi ga bolak-balik. Tapi karena aku cuma punya kopian yang bolak-balik, akhirnya si petugas minta 2 rangkap terus ditempel di satu kertas hvs gitu.
> Bawa map dari rumah.
 Biar ga ribet aja sih pas di kantor imigrasi. Umumnya mapnya warna hijau. Tapi nanti juga kita bakal dikasih map gitu tapi bawa aja deh. #GimanaSih wkwk.
> Bawa materai dan lem.
Ini juga biar nggak ribet pas di lokasi. Masalahnya waktu. Bawa lem juga ya, kamu mau nempel materai pake apa kalau nggak ada lem?
Bisa sih pake air liur minum. Terserah deh.
> Simpan paspor baik-baik. 
Jangan ilang atau kamu nggak bisa pulang.

Gimana? Ribet-ribet simple kan?
Sebenarnya punya paspor itu bisa jadi motivasi loh. Meskipun misalnya kita belum ada rencana buat ke luar negeri misalnya, bikin aja dulu. Kalau udah punya paspor kamu pasti bakal mikir, "sayang nih kalau nggak dipake. Ke mana, ya?"
Akhirnya? Kamu jadi semangat kerja dan berusaha buat bisa gunain paspor itu. Iya kan?
Terus nanti kalau udah ke luar negeri, motivasinya bakal beda lagi waktu lihat paspor.
"Wah, masih banyak halaman yang belum dicap, nih. Kemana lagi, ya?" :D
Hayo, mau ke manaaa?

Ice Skating

Skate with me! Be my arm to hold on to and even fall on.

Seperti anak yang baru bisa berjalan. Aku mengencangkan tali sepatuku dan mencoba berdiri. Ini pertama kalinya aku memakai sepatu dengan 'pisau' di bawahnya.
"Whoaa.." refleks aku memegang lengan laki-laki yang dari tadi sudah berdiri di dekatku.
"Bodoh."  katanya. 
"A..apa!?"
"Udah ayo cepetan."
Sulit sekali berdiri dengan sepatu model begini. Agak berat pada awalnya. Tapi akhirnya aku bisa berdiri dan berjalan menuju ice ring atas bantuan dia yang menemaniku membuat mimpi ini jadi kenyataan. 
Sebenarnya mimpi aku adalah bermain salju. Tapi berhubung di Inonesia nggak ada salju, (ada sih tapi jauh di puncak gunung Wijaya) jadi aku pikir main skating sepertinya ide yang bagus buat simulasi.
Dinginnnn!
"Dingin banget yaampun." Aku menggosok kedua tangan dan meniupnya. Ini ampuh untuk menghangatkan tanganku yang mudah ikut-ikutan dingin. 
"Payah. Gimana kalau ke Jepang, di sini aja udah kedinginan."
Huh. Dia itu.
Baiklah aku akan tunjukan kalau aku kuat dan nggak kedinginan! Tapi gimana dong ini dingin bangett >.<
Lalu sekarang gimana? Aku belum bisa berdiri tanpa memegang handle besi di sepanjang sisi ice ring ini. Aku takut jatuh.

Kecuali kalau jatuh di ice ring rasanya sama kaya lagi jatuh cinta ya nggak apa-apa.
"Kamu mau sampai kapan kaya gitu terus? Belajar ke tengah dong, ayo!" Katanya setelah sekitar setengah jam aku hanya berjalan di pinggir-pinggir ice ring. Aku heran, kenapa dia bisa begitu mudahnya berdiri tanpa pegangan?
Pelan-pelan aku melepas genggamanku dari pegangan besi dan memegang tangannya.
"Hwaaaa!" Aku berusaha menyeimbangkan tubuhku. Ini susah banget, asli.
"Jangan manja! Siapa yang semangat ngajak main skating? Sekarang udah ada di ice ring malah ga berani ke tengah." Dengan nada setengah marah dia melepaskan genggamanku.
"Iya tapi kan..."
"Udahlah, pulang aja kalau gitu ya. Buang-buang waktu banget." Katanya lagi.
"Jangan!"
Jahat!
Aku nggak mau pulang. Aku belum bisa. Aku mau main!
Setelah memberanikan diri, aku bisa berdiri tanpa pegangan dan sedikit-sedikit jalan ke tengah.
"Ahahaha. Bisa! Bisa aku bisaaa!" Aku kegirangan. "Daaaah!" Saking girangnya aku main meluncur ke mana pun aku mau.
Saat aku mulai merasa seperti princess Elsa, entah kenapa aku kehilangan keseimbangan dan kepeleset. Mungkin karena aku terlalu senang. Memang segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Termasuk kalau kita terlalu senang. Aku mencoba berdiri. Tapi susah juga. Daripada malu karena susah berdiri, aku berlaga benerin tali sepatu. Duh gimana nih, masa harus minta tolong mas-masnya?
Dia yang daritadi cuma mengawasi aku dari jauh akhirnya datang, tersenyum. Tentu saja bantu aku berdiri.
"Tuh kan bisa. Mana ada yang sakit nggak?"
Aku menggeleng. "Eh, balap yuk sampai sana!"
"Ayo."
"Yeeee!" Aku meluncur duluan. Sekarang aku bisa meluncur dengan gaya.
"Hati-hati!" 

Tuesday, 11 October 2016

Rindu (lagi)

Dia nggak suka fairy tale. Dia nggak begitu tertarik dengan hal-hal yang berbau dongeng, kisah klasik putri dan pangeran, apalagi DRAMA. Satu lagi, dia nggak begitu suka makanan manis.
Dan dia (sebutlah) jatuh cinta pada perempuan yang menyukai itu semua.
***
Aku nggak suka film action, science fiction dan film mikir lainnya. Aku juga nggak begitu suka acara WWE Smack down dan hal-hal yang berbau kekerasan meskipun itu hanya sebuah film yang intinya ga ada yang beneran.
Dan aku merindukan laki-laki yang menyukai itu semua. 


Bahkan saat menulis ini aku sedang merindukannya. Andai boleh kuucap rindu setiap hari, mungkin aku akan melakukannya. Nggak ada yang larang juga. Aku bebas bilang rindu kapan saja. Sebenarnya tanpa aku bilang pun dia pasti tahu. Tapi kadang aku nggak peduli  dan tetap mengirim pesan singkat 'Aku kangen'.
Dua kata yang nggak akan mengubah apa-apa selain rasa ingin bertemu yang semakin kuat. Bodo amat. Pokoknya aku kangen.

Mungkin kalian (bahkan dia sekalipun) nggak tahu kalau aku pernah nangis hanya karena aku kangen sama dia. Dan sekarang kalian tahu.
Pernah heran kenapa aku bisa selalu kangen sama dia? Aku sendiri nggak tahu. Perasaan ini nggak berubah dan selalu ada setiap aku atau dia harus pulang. Sampai sekarang. Aku percaya, akan ada saatnya aku bisa ketemu dia setiap hari. Akan ada saatnya aku bisa dengar suara dan ceritanya setiap hari.

Aku bukan tipe orang yang suka mengungkapkan isi hati lewat status. Sekali-kali mungkin iya. Tapi kalau urusan perasaan, aku selalu berusaha menahannya. Menurutku orang lain nggak perlu tahu. Kalaupun mereka tahu, lalu apa? 

Dan sekarang aku membiarkan siapa saja yang membaca tulisan ini tahu bahwa aku merindukannya.

Rindu

 

Bukan aku membenci hujan. Hanya saja aku merindukan matahari.
Aku rindu melihat kucing guling-guling di rumput bermandikan sinar matahari.
Aku rindu merasakan hangat sinarnya saat menunggu lampu merah yang lamanya seabad itu. Membuat sebagian tanganku yang tidak tertutup kain lebih hitam. Saat pagi tak secerah biasanya, jangan pernah pikir matahari mengingkari janjinya untuk datang setiap pagi.

Tunggu.
Memangnya matahari pernah berjanji?
Meskipun langit seharian kelabu, matahari tetap bersinar. Di balik awan gelap itu.
Tidak peduli apakah panas dan sinarnya sampai ke bumi, matahari tetap berada di sana.

Sekarang aku bilang rindu, nanti mengeluh kepanasan.

Bukanku tak inginkan hujan. Hanya saja aku merindukan matahari.


Tuesday, 27 September 2016

Jera-WHAT?

KATANYA munculnya jerawat adalah salah satu ciri-ciri seseorang yang sedang mengalami pubertas. Bukan katanya sih itu ada di buku pelajaran biologi. Wkwk. 
Jadi kaya perubahan hormon gitu kan, muncul deh jerawat. Meskipun nggak semua mengalaminya. Kayaknya jerawat juga tergantung dari jenis kulit kita juga dan bagaimana kita menjaga kebersihan muka. 

"Jerawat itu tandanya orang hidup." Setidaknya itu yang Papi bilang waktu tahu anaknya sedih karena jerawatan banyak banget. Ya.
Aku nggak ingat kapan dan di mana jerawat pertama aku muncul. Ya.. nggak penting juga, sih.
TAPI yang jelas pas masuk SMP aku mulai jerawatan. Waktu SD kelas 6 kayaknya belum deh. Apa udah, ya? Aku nggak inget. Kayaknya waktu SD  aku nggak pernah ribet mikirin muka aku gimana. Ga pernah ngaca lama-lama. Ga pernah bawa sisir, parfum, dan kaca ke sekolah kaya temen-temen yang lain. Like literally bodo amat. wkwk. #siSasa

OH IYAA! Aku ingat!
Jadi, waktu baru masuk SMP tuh aku beli pelembab yang kata iklannya bisa mencerahkan wajah. Ya aku pake lah. Siapa sih yang nggak mau wajahnya cerah? 
Eh, tapi malah jadi jerawatan banyakkk banget. Banyaknya tuh parah. P-A-R-A-H. Aku ada tuh foto waktu aku lagi jerawatan yang udah kaya helm full face. Aku nggak tahu harus gimana soalnya kalau ke dokter kan mahal. 

Banyaknya jerawat yang ada nggak membuat aku kehilangan percaya diri. Ya aku biasa aja kaya yaudahlah, gitu. Nggak ada yang namanya skin care, apalagi perawatan.
Paling cuma beli sabun cuci muka aja. Itu pun ganti-ganti karena merasa nggak ada yang cocok. Baru pas SMA aku mulai sedih. Kata orang, kalau ada jerawat biarin aja nanti juga ilang sendiri. MANA!? Ga ilang-ilang. T^T

Meskipun selama itu aku terlihat cuek, di lubuk hati yang paling dalam aku sedih. Aku juga pengen punya muka mulus kaya artis Korea. Mulailah aku maskeran, bersihin muka hampir tiap malam sebelum tidur. Tapi hilang satu muncul satu (untung nggak seribu).
Gitu aja terus sampai berapa kali ganti sabun cuci muka nyari yang cocok. Beli pelembab yang katanya bisa menyamarkan bekas jerawat, segala macem. "Kalau jerawatan jangan pake poni. Rambut kan kotor kena debu juga." Oke, aku cobain panjangin poni tapi nggak ngaruh juga. 

Punya wajah bersih itu penting. Banget.

Apalagi (dulu) aku pengen jadi pramugari. Ya, pramugari adalah cita-cita aku yang nggak kesampaian. Aku gagal ke tahap selanjutnya karena aku jerawatan. Waktu itu aku disuruh perawatan sama yang nilainya. Serius. Beliau bilang gini, "Coba poninya ke atasin. Kamu jerawatnya lumayan banyak ya. Coba perawatan dulu deh." Katanya sambil senyum. 
Beberapa hari kemudian pas lihat pengumuman kandidat yang lolos, nama aku nggak ada dong.
Kebayang nggak rasanya gimana kalau jadi aku waktu itu? 
Aku sempat berandai-andai, coba aku diobatin dari dulu. Coba aku rawat muka yang bener dari dulu.
Tapi terlepas dari itu semua mungkin emang harus ga lolos aja.

Jadi sebenarnya buat dede dede yang lagi puber dan mulai jerawatan, jangan berpikir "Ah, nanti juga ilang sendiri." gitu. Iya, sih, mungkin nanti kalau kalian sudah beranjak dewasa jerawatnya ilang. Tapi gimana kalau nggak? Hayoo.
Selama masih bisa diobatin, obatin aja. Harus rajin rawat muka apalagi masih muda. Hehehehe. Lagian, kalau punya muka bersih yang seneng kan kita-kita juga. #selfreminder
Tapi jangan sampai galau-galau amat cuma karena jerawat, ya.

Waktu awal kuliah aku bisa dibilang nggak merawat wajah aku dengan baik. Bahkan nggak peduli mau aku ke kampus kucel, kusam, mengkilap atau berminyak gitu muka karena seharian habis kerja. Tiba-tiba ada temen cowo aku dia bilang gini, "Sa, kamu suka cuci muka, nggak?"
"Nggak. Kenapa?" Jawabku.
"Cobain deh sebelum ke kampus cuci muka gitu pake sabun. Biar lebih cerah."
Cowo loh yang ngomong. Kebayang nggak sih muka aku se-kucel apa sampai ada cowo yang bilang gitu? Yap. Dia bilang dia aja suka cuci muka dulu pake sabun muka dan sabunnya selalu dibawa-bawa. Lah aku? 
Kok lo kalah sama cowo, sih, Sa?

-kemudian hening-

"Gimana orang mau tertarik sama lo kalau lo sendiri nggak ngerawat diri?"
"Ah, kalau dia tulus dia ga akan liat kita dari penampilan kok, tapi hati kita."
You know what? GAK MUNGKIN!
Mau kaya apapun, hal pertama yang terlihat dan pasti dilihat adalah penampilan. 
"Tapi orang yang baik itu pasti akan sayang sama kita gimanapun keadaan kita. Mau kita jerawatan kek apa kek, kalau dia baik dia pasti bakal tetap sayang sama kita dan nerima kita apa adanya."
Hm. Terus kalau dia cinta apa danya, lo mau gitu-gitu aja gitu? Nggak, kan? :)
Komentar "Sasa ih kamu jerawatnya makin banyak.", "Sasa itu jerawat yaampun." yang mungkin mereka yang lihat tuh kaya jijik gitu ya liat muka aku(?)
ya komentar kaya gitu mau nggak mau aku dapet dari orang-orang di sekitar aku. BT ga kalau ada yang komentar gitu? Iya. Tapi emang kenyataannya gitu mau gimana.

Dalam hal ini aku juga pernah gagal berkali-kali (sekarang juga belum berhasil banget tapi much better lah). Aku pernah beli obat di apotek, beli sabun muka mahal yang katanya bagus, beli apalah segala macem buat muka tapi kaya nggak ada hasilnya gitu. Seiring berjalannya waktu dan berkat dukungan pacar #ehem aku terus berusaha dan semangat buat lebih merawat diri aku. Kalau lihat foto tahun lalu, jerawat aku banyaaaak banget. Ya, kelihatan beda lah sama sekarang. Alhamdulillah. 

Sekarang, teman-teman komentarnya kaya gini, "Sa, kamu sekarang jadi beda, ya, semenjak punya pacar. Jadi lebih cerah." wahahaha. Seneng ga dengernya? Seneng.
Terima kasih selalu semangatin aku dengan caramu sendiri. Saat banyak perempuan yang lebih 'terawat' mukanya di luar sana, tapi dia masih tetap sama aku. Berusaha ngasih semangat dan bantu aku biar bisa punya muka yang bersih. I think that's a true love is.  #AkhirnyaBaper :)

Saturday, 24 September 2016

My O-cooking-tober List

Hulaaa!
Siapa nih yang diam-diam masih suka mengunjungi blog aku?
Kangen sama tulisan aku, yaaa? Hehe.
Ada banyak draft yang belum aku publish karena emang tulisannya ga belum ada yang beres. Huft.
Dan malah tulisan ini yang di post karena tadi kepikiran ini gitu aja.

Waktu aku lagi iris-iris bawang buat masak sarden, tiba-tiba aku sadar selama jadi anak kost aku bisa dibilang nggak rajin-rajin banget masak. Nggak rajin-rajin banget = Malas.
Lihat aku. Kemampuan masak aku masih jauh diatas standard istri idaman.
Padahal di tempat aku itu ada dapur, kulkas, dan semuanya.
Kenapa nggak aku manfaatkan fasilitas ini buat KONSISTEN masak?

Kalau mau cari alasan, aku pasti bakal bilang "Boro-boro masak. Pulang kerja aku harus kuliah. Pulang kuliah itu malem aku udah cape banget." :( #Payah
Tapi asli emang cape, sih.
'Cape' sering kali banget menjadi excuse aku buat nggak masak.
Terus aku pikir, gimana nanti kalau suatu saat aku jadi ibu rumah tangga?
Masih mau pake alasan 'cape'?

Kebayang nggak, sih, misalnya pas suami kamu pulang kerja terus nanya:
"Sayang, aku lapar, nih. Hari ini kamu masak apa?"
"Hmm.. Maaf, hari ini aku nggak masak soalnya aku cape."
Your husband must be like, "What The Hehh!!!?"
Nggak. Nggak. Nggak. Aku  nggak boleh kaya gitu. Aku harus jadi istri yang profesional. #Hazeg #intermezo

So, kalau biasanya aku cuma masak telur dadar, mi kornet, omelet mi, sarden, goreng ayam, nasi goreng, dan menu sederhana lainnya. Sekarang aku harus bisa bikin sayur dan menu makanan yang levelnya lebih tinggi. Selain hemat, skill masak aku jelas akan terasah.

Aku suka nonton tutorial masak, video-video resep gitu tapi nonton doang, udah. Jarang banget ada yang langsung aku coba bikin. Nah, nanti sepertinya aku akan update masakan apa aja yang udah aku buat lengkap dengan review dan resepnya. Biar aku rajin dan jadi pinter masak terus masuk kriteria calon istri goals deh. wkwkwk. #ApaanLagi

Minggu depan aku mau coba olah buncis. Cukup menantang karena kan harus potong miring-miring gitu kan. Masih bingung nih antara bikin sayur buncis yang pake kuah apa ditumis yaaa?

Stay Tune! 

Monday, 19 September 2016

My Qualovety Time: Train to Busan

It was raining on saturday night and it has been a very loooong time no hang out in saturday night with him. Yeah, as I remember.
I don't mind.
We don't have to do window shopping -even true shopping-, watching movies in theater, have a fancy dinner like EVERY saturday night. Since (for me) the most important thing is being with him. Sounds cheesy but that's it.
After had dinner at warteg, actually the place is not like warteg at all so let's say that is mini restaurant, he offered me to hang out but I refuse it.

"Do you want to watch this?" He showed me his Macbook, Train to Busan movie poster.
"Busan? It is Korean movies, isn't it?"
Kinda don't believe it since he doesn't like both Korean movies and drama. I was like 'What's happen with you? Wowowoo, seems like 8th miracle in the world is happen tonight!!' 
"Don't get me wrong, it's horror." He said.
"........"
((It's horror))
Okay.
Forget about 8th miracle in the world. It's not gonna happen anyway. wkwk.


So, what's the first thing that pop up on your head when you hear Busan?
Bussan with double S
Some people might imagine it.
Hey, where's the train? Why there are only motorcycles??
#Intermezo

Okay back to our topic.
You know what? I don't really like horror and action movies.
Caution! I have unexpected scream whenever I watch it. And just like what I always said, I can watch it as long as I'm with him. And my FDNR friends. Only. So, let's watch ittt!!
Btw, I watched it with him and his sister. It was very fun. XDb

Anyeong Haseyoo ^^, 

Train to Busan Auto Finance

Don't worry, I will not write any spoiler here but if only I didn't know it is horror maybe I would not close my eyes from the very first time and hide behind his back for almost 2 hours. :P
The opening is quite scary for me. I mean, this movies is TOTALLY scary from the beginning. wkwkwk. Cool.
There are many things we can learn from this movie.
But I was so tired watching this kind of movie. It feels like you've had -never ending- run. I even couldn't take my breath and I cried for some scenes. 
Actually, I don't want him to see me cry just because the movie but I couldn't hold my tears down. T^T  #ngeDramaDetected

Trust me, Cooling Down is Needed
 
Just like ride a roller coaster, I need a cooling down after watch this movie. I really need it.
So I asked him to watch anything in order to make me relax. *Take a deep breath*
"How about We Bare Bears baby?" that's my favorite one. x)
"Have you watch it?"
"Ya."
"Hmm, let's find film that neither of us never watch before." He kept scrolling.
"Hagemaru! Let's watch Hagemaruuu!"

Hagemaruuu. Haaaai!

We watched it on youtube and it made me laugh after all and I feel much better. :)
That was my qualovety time with him last saturday night.
Busan Gwangandaegyo Bridge
and If someday I visit South Korea with you, I dare us to go to Busan - by train!

Wednesday, 3 August 2016

Campus Life

Campus Life. 
Judulnya kaya cover buku tulis ukuran Big Boss gitu nggak sih? Hmm..
Hmm.. 
Kalau ada yang nanya, "Sasa, sekarang semester berapa?"
dan aku jawab, "Semester tujuh enam."
Pasti tanggapan selanjutnya adalah, "Wah, nggak kerasa, ya, sebentar lagi."
.
(( Nggak kerasa ))
Nggak kerasa katanya!? Yaiya orang yang ngerasain aku. wkwk. 
Nggak tahu sih tapi buat aku perkuliahan ini terasa banget lamanya. Kata orang, kalau kamu merasa waktu berjalan lambat, itu berarti kamu nggak enjoy sama apa yang kamu jalani. Benarkah begitu?
Bertanyalah aku pada diriku sendiri, "Emang kamu kuliah nggak enjoy, Sa?"
Aku pun menjawab, "Enjoy, kok. Malah aku senang dan bersyukur masih bisa kuliah. Meskipun iya, kadang aku suka malas dan merasa lelah. Habis kerja tuh rasanya ingin langsung pulang aja."
Trust me, being an employee and student in the same time is sooo tired.
Buat kalian yang punya kesempatan untuk fokus kuliah dan menjadi mahasiswa seutuhnya, bersyukurlah. :D
Sibuk karena banyak tugas, ini itu dan bla bla bla? Semangat!
Betapa beruntungnya kalian yang punya waktu khusus dan fokus buat kuliah aja. Waktu belajar -dan bermain- kalian lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang kuliah sambil kerja. Terkadang itu yang aku iri-kan. ((iri-kan)). Ya intinya kadang aku iri sama mereka.
So, let's get shit  this done!

Percaya atau tidak, ini adalah foto lengkap pertama setelah sekian tahun kita bersama.
Cool!
Kalimatnya berirama sekali. ma-ma-ma.
Dari semester satu sampai sekarang, 8 orang memutuskan untuk resign dengan alasannya masing-masing. Ada yang menikah, ingin fokus dengan usahanya, pindah kampus, mendapat pekerjaan yang lebih baik, dan lain-lain.
Banyak yang berpikir bahwa kerja sambil kuliah itu adalah sesuatu yang keren dan enak(?). Enak ya masih kuliah tapi udah kerja. Keren karena udah kerja tapi masih kuliah.
Iya.

"Kamu udah kerja, ngapain kuliah lagi?"

Apa lagi sih yang dicari? Toh kamu udah punya penghasilan sendiri.
When you already have 'steady job'  it doesn't mean  everything is done.
Awal aku masuk kuliah, aku salut sama mereka yang udah punya anak tapi masih semangat buat kuliah. Tujuan
Aku iseng nanya ke beberapa temanku, "Kamu kuliah buat apa, sih?"
dan mereka yang kebanyakan laki-laki itu menjawab, "Buat masa depan, lah. Kalau aku nggak kuliah, nanti anak istri aku gimana?"
Great.
Kalau hanya sekedar setelah lulus langsung kerja, semua orang juga bisa. Pada kenyataannya, beberapa perusahaan membedakan salary pegawai dilihat dari education background. Gaji seorang lulusan SMA akan berbeda dengan orang yang lulusan D3 atau S1. Tentu saja mereka yang lulusan D3 atau S1 akan mendapat gaji yang lebih besar walaupun misalnya yang lulusan SMA itu kerjaannya lebih banyak.
Sebenarnya itu tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan, sih. Ada perusahaan yang melihat kualitas karyawannya dari education background-nya, ada juga perusahaan yang tidak mempermasalahkan gelar tetapi lebih mementingkan skill yang dimiliki pegawainya.

Aku pernah bekerja di perusahaan yang tidak mementingkan gelar. Aku (lulusan SMA) mendapat gaji yang sama dengan mereka yang lulusan S1. Enak banget #siSasa. Jadi di kantor, aku sering dapat sindiran sinis dari mereka yang merasa superior hanya karena mereka 'bergelar'. Disindir-sindir itu nggak enak, guys. Sekuat apapun kamu mengabaikannya, tetap aja kedengaran. Kaya kata-kata "Lo yang cuma lulusan SMA tuh nggak pantes dapet gaji sekian." terngiang-ngiang terus gitu. Ganggu banget.
Dari situ aku janji sama diri aku kalau nanti aku bisa kuliah lagi dan aku punya gelar, aku nggak akan kaya gitu. Nggak akan. Ini mungkin bisa jadi pelajaran juga, kalau sekiranya kamu merasa kebijakan perusahaan soal salary itu nggak adil, bicarakanlah sama manajer atau si pembuat kebijakan. Bukan malah menyalahkan orang lain atas ketidakadilan yang kamu rasakan.

Aku juga pernah bekerja di perusahaan yang mempertimbangkan salary berdasarkan education background pegawainya. Jadi, waktu ditanya soal salary, aku sebutin nominal yang aku mau kan, terus dijawabnya, "Karena kamu lulusan SMA, jadi salary-nya sekian."
and I was like, "......."
((Karena kamu lulusan SMA))
Aku sedih banget kaya sertifikat dan pengalaman kerja aku yang sebelumnya ternyata nggak bisa jadi bahan pertimbangan. Kasarnya mau selama apapun pengalaman kerja kamu, kalau kamu lulusan SMA, then you deserve what High School graduate deserve. Aku nggak bisa protes apa-apa karena meskipun sekarang aku lagi kuliah, tetap aja aku itu lulusan SMA.

Lagi, pesan buat kalian yang setelah lulus SMA punya kesempatan buat melanjutkan pendidikannya, take it! :)



"Ngapain kuliah lagi? ujung-ujungnya juga kerja." 
Pertanyaan ini lucu, ya?
Seakan ada yang salah kalau pada akhirnya lulusan sarjana itu kerja. Meskipun aku sendiri nggak mau selamanya kerja sama orang. Tapi nggak ada yang salah kok kalau udah lulus terus kerja. Apalagi dapat kerjaan yang sesuai dengan passion kita terus salary-nya juga sesuai. Why not?
Seperti yang dosen aku pernah bilang, ada dua tipe orang:
Pertama, orang yang nggak bisa kerja sama orang lain. Dia pasti pengen punya usaha sendiri.
Kedua, orang yang bisanya kerja di perusahaan. Jadi dia emang suka kerja sama orang. Gitu.

Aku?
Ngapain kuliah lagi?
Karena aku pengen mengubah hidup aku juga keluarga aku.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri  mereka." QS 13:11
Aku nggak bisa terus-terusan kerja, nungguin tanggal gajian, bayar keperluan bulanan, ngirit buat 'bertahan hidup' (read: makan), kehabisan uang di akhir bulan, dan kembali nunggu tanggal gajian.  Gitu aja terus.
Aku juga pengen beli ini, beli itu. Makan yang enak dan lucu-lucu, jalan-jalan ke sana, ke sini. Beliin keluarga aku itu, ini. Ingin ini ingin itu banyak sekali kaya Nobita.
So, yeah. Ada banyak cara buat bikin itu jadi kenyataan salah satunya dengan kuliah.
Kita nggak menampik selain menuntut ilmu, tujuan kita kuliah lagi ya untuk dapat gelar sarjana, wisuda. Dengan begitu kita bisa dapat pekerjaan yang lebih baik dengan salary yang lebih tinggi.
Gelar aja nggak cukup buat mengubah hidup. Kita butuh skill apapun itu yang sekarang semuanya bisa kita pelajari kapan aja, di mana aja.
Aku dan teman-teman lagi berjuang buat mencapai itu semua. Di foto ini, jarak umur kita beda-beda, tapi kita bisa kompak dan jadi satu. Ada yang udah punya anak, lagi hamil, dan masih jomblo(?).wkwk. Pokoknya semua bersatu. saling ngasih support,

Semangat!

Monday, 25 July 2016

Bingobox itu Apa, Sih?

 “Bingobox itu apa, sih?”
Semenjak Bingobox launching sekitar 3 bulan lalu, pertanyaan itu mulai menjadi makanan sehari-hari aku. Kenyang? Nggak.
Di satu sisi, aku senang kalau ada yang bertanya tentang Bingobox. Itu berarti aku berhasil membuat mereka penasaran. Tapi di sisi lain, aku merasa gagal. Ketika kita memperkenalkan sesuatu dan 8 dari 10 orang menanggapinya dengan bertanya “Itu apa, sih?”, “Maksudnya apaan?” saat itu aku yakin ada yang salah.

Kalian yang lagi baca ini juga mungkin bertanya-tanya Bingobox itu apa(?)
.
Iya kaaaan? Hehe.
Dan jawaban pertamaku selalu sama: Bingobox adalah kotak langganan atau lebih dikenal dengan  subscription box. Subscription box memang masih jadi sesuatu yang asing di sini. So, yeah. Butuh kekuatan ekstra untuk membuat Bingobox ini dikenal dan dimengerti oleh orang-orang. Ngertiin dia aja kamu mau, masa ngertiin Bingobox nggak? :( #Lah #Baper

Beberapa orang bilang setelah lihat website-nya, mereka masih nggak ngerti dan sama sekali nggak kebayang Bingobox itu apa? Ini cara dapetnya gimana? Kotaknya isinya apa aja?
Kadang rasanya aku pengen nanya balik kaya, “Kamu scroll dan baca keterangan yang ada di web-nya, nggak?” atau “Kamu udah coba klik pilihan kotaknya, belum?”
Sebenarnya ini juga jadi evaluasi buat aku. Apa keterangan yang aku tulis di sana se-nggak jelas itu kah? Karena aku nggak mungkin jawab pertanyaan mereka dengan, “Google aja.”  #YaKali  

Sambil baca ini, boleh dong buka satu tab lagi buat buka Bingobox. /smirk/
.
Udah?
Okay, kotak langganan. Itu berarti kamu langganan kotak. Nggak cuma koran, majalah, dan tabloid aja yang bisa datang secara berkala, (dua minggu sekali atau satu bulan sekali). Bingobox juga datang secara berkala satu bulan sekali.  
Sekarang coba deh kamu klik button Memulai Bingobox.  –LOADING– Taraaaaa!  Di halaman Pilih Kotak ini, ada 3 kotak dengan nama yang berbeda: Traditional, Craft, dan Import.
·        >  Traditional: cemilan-cemilan zaman dulu di era 90-an.

·  > Craft: Berbagai macam bentuk kerajinan Kokoru warna-warni yang terbuat dari bahan ramah lingkungan.

·     >    Impor: cemilan-cemilan impor yang nggak dijual di toko-toko terdekat.

Ketiga kotak inilah yang aku maksud dengan tema isi kotak.
“Terus isinya apa aja?”
Pertanyaan ini juga sudah menjadi cemilan aku sehari-hari. xD
Kalau kamu baca halaman pertama di web Bingobox, di sana tertulis ‘Kotak Misteri’ dan ‘Kami Mengirimkan Kejutan’. Ya, isi kotak Bingobox itu rahasia surprise dan akan berbeda-beda setiap bulannya. Bingobox berusaha memberikan kejutan yang berbeda buat kamu. Tidak hanya isinya, tapi juga waktu kedatangan Bingobox yang unpredictable. Tapi tetap ada sneak peek-nya kok kaya untuk bulan ini isinya ada apa, yaaa. Biasanya sneak peek itu ada di twitter atau di instagram.  

“Yah, kalau gitu kaya beli kucing dalam karung, dong?”
Hm.. Kamu bisa kok search dan cek subscription box lain di luar sana. Dan yang namanya subscription box, items-nya memang dipilihkan sesuai dengan tema yang kamu mau. Itulah seni dari langganan kotak. For noted, subscription box is not online shop.
Kembali ke kotak! Misalnya kamu klik salah satu dari tiga pilihan tema tadi. Coba klik deh. Muncul pilihan lagi. Ya, begitulah.. Hidup ini memang penuh dengan pilihan. #ApasihSaa
Berapa lama Anda ingin berlangganan? Kamu bisa langganan untuk 1 bulan, 3 bulan sampai 6 bulan. Kebayang dong setiap bulan dapat kiriman Bingobox? Pokoknya semakin lama kamu berlangganan, semakin hemat biayanya.  :Db

Aku suka promosi dan mengenalkan Bingobox di semua sosial media yang aku punya. Nggak jarang aku langsung mengirim pesan secara personal untuk mengenalkan Bingobox ini. Respon orang-orang terhadap Bingobox pun bermacam-macam. Ada yang tertarik, ngasih support, komentar, ada juga yang biasa aja, bahkan cuek sama sekali. Nggak jarang aku baper karena tanggapan-tanggapan mereka. Yeah, girls will be girls. But I have to handle it.
Dan ini baru awal.  Aku masih dan akan terus belajar buat bikin Bingobox jadi lebih baik lagi. Aku ingin mewujudkan mimpi lewat Bingobox...

....To be Continued x)

Friday, 24 June 2016

Smoker on The Road

Mungkin kalian, khususnya pengendara sepeda motor, pernah mengalami kejadian 'tersemprot' asap rokok saat berkendara di Jalan. Bagaimana ya menjelaskannya?
Jadi kita ada di belakang pengendara motor yang sedang melaju dan dia juga sedang merokok.
Kebayang dong asapnya bakal ke mana? Ya ke belakang kita.
Dan rasanya itu hampir sama kaya kena semprot asap knalpot truk atau bus yang hitam seperti awan hujan badai. Nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Nggak enak.
Terkadang aku pikir mereka sadar nggak sih yang mereka lakukan itu.... JAHAT!
Sebenarnya bukan hanya pengendara motor. Pengendara mobil pun begitu. Mereka dengan 'watados'-nya membuang abu ke jalan melalui jendela. Tanpa disadari abu itu mengenai pengemudi motor yang berada di belakangnya.
AAAAAA!!!!!
Aku sudah tidak tahan lagi dengan sikap smoker on the road ini.
Sedihnya lagi, mereka tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga lingkungan. Udah merokok sambil mengendarai, asapnya kena orang lain, buang abu dan puntung rokoknya juga sembarangan.
Malu gak sih?
Nggak.
Kalau malu mereka nggak mungkin seperti itu. Sedih, ya? Banyak banget orang egois.
Sebagai pengendara motor yang tidak merokok ingin rasanya aku mengeluarkan sumpah serapah kepada mereka yang merokok dan buang puntungnya gitu aja.
True, aturan denda, larangan merokok di tempat umum atau apapun di negara ini seakan hanya menjadi hiasan. Sangat sedikit mereka yang peduli. Apa namanya kalau bukan egois?

Wednesday, 22 June 2016

Aku

"Aku harus jadi seseorang. 
Aku nggak mau boleh jadi orang yang biasa-biasa aja."

Bahkan jika setelah aku menikah dan berkeluarga, aku nggak mau hanya jadi orang yang sekedar menjalani hidup apa adanya. Banyak orang khususnya perempuan yang 'berhenti' setelah dia menikah lalu kemudian punya anak. Entah itu berhenti bekerja atau berhenti mengejar cita-citanya dengan alasan 'demi anak'. Lain halnya jika suaminya melarang sang istri untuk bekerja.  
Memang tidak ada yang salah dengan menjalani hidup apa adanya. 
Tapi aku nggak akan menjadikan pernikahan dan berkeluarga menjadi penghalang untuk terus berkembang, meraih cita-cita, dan menjadi seseorang. 

Aku akan jadi seseorang yang sukses. Aku harus jadi orang yang sukses karena aku nggak mau selamanya hidup jadi orang yang biasa aja. Aku nggak mau selamanya jadi karyawan yang dari hari Senin-Jumat bahkan Sabtu harus pergi ke kantor dan bekerja di sana selama 8 jam atau lebih. 
Nggak mau selamanya jadi orang yang bahagia hanya saat weekend datang dan sedih saat tahu besok adalah hari Senin. Nggak mau keuangan aku ditentukan oleh tanggal tua atau muda. Nggak mau waktu aku diatur sama jam kerja. Berharap kalender itu warnanya merah semua(?)

Ya, aku ingin jadi orang kaya. Siapa yang tidak mau?
"Kalau kamu (perempuan) mau jadi kaya ada dua pilihan: nikah sama anak orang kaya atau sama om-om  (kaya)." 
Akui saja, itu quotes yang realistis enough to do(?). 
HAHAHA. 
Banyak yang memilih cara itu dan tidak ada yang salah. Terserah saja. 
Siapa yang nggak mau hidup 'mapan'?

Aku?
Aku mau. Hanya saja dari dulu aku tidak punya prinsip seperti quotes tadi: membuat 'kualifikasi' dari harta yang dimiliki seseorang atau orangtuanya. Nggak. 
Aku lebih suka seseorang yang berusaha. dan aku menemukan itu dalam dirinya. :)
Quotes itu nggak mutlak. 
Aku bisa kaya tanpa harus menikah sama kategori orang yang disebut quotes itu. 
Aku bisa kaya karena usaha aku dan dukungan dari orang-orang yang aku sayang. Aku sadar aku banyak banget maunya. Pergi ke sana, ke situ, beli ini-itu, ajak jalan-jalan keluarga, jajan, makan makanan enak,beliin dia ini-itu, pake aplikasi berbayar jadi premium, banyak banget.

Itu kenapa aku harus jadi 'seseorang'. 

Friday, 18 March 2016

Untitled - Part 1



“ANJ*NG LO!”  Terdengar suara Ayah disusul dengan suara benda yang dibanting. Entah apa yang dia banting, yang aku tahu sumpah serapah itu ditujukan pada Ibu. Aku duduk bersandar dibalik pintu kamar dengan tatapan kosong memeluk kedua lutut.

Tidak ada perempuan yang tidak sedih saat mendengar perkataan kasar keluar dari orang yang dia sayangi. Tidak ada. 

Ini memang bukan pertama kalinya aku mendengar Ayah membentak dan memarahi Ibu seperti itu. Tapi ini kesekian kalinya aku tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku, Ibu.
Masih terdengar suara Ayah dengan nada tinggi mengulang-ulang perkataannya. Perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan begitu saja kepada wanita yang sapai saat ini menjadi teman hidupnya saat susah dan senang.
Ibu tidak sengaja me-reject telepon dari Kakak yang sedang tugas ke luar kota dan aku rasa itu bukan masalah. Kenapa Ayah harus marah-marah? Kalaupun memang ada masalah lain yang aku tidak tahu, dia tidak seharusnya bersikap seperti itu pada Ibu.
Aku malu. Suara Ayah pasti terdengar sampai ke rumah sebelah. Meskipun sebenarnya aku tidak peduli dengan apa yang akan mereka pikir terhadap keluargaku, tapi aku malu. Mereka pasti merasa terganggu dengan ini.
Ayah, Apa Ayah benar-benar mencintai Ibu?
***
“Kenapa Ibu tidak berpisah saja dengan Ayah?” Pertanyaan ini membuat komik yang sedang dibaca Kakak mendarat di kepalaku.
“Aw!”
“Kamu kalau ngomong jangan asal! Ucapan itu doa!”
“Aku nggak lagi berdoa, aku cuma nanya.” Aku melempar balik komik itu.
“Kenapa kamu nanya kaya gitu?”
“Kalau berpisah dengan Ayah bisa membuat mereka bahagia, kenapa nggak?”
Kakak terdiam, melanjutkan membaca komiknya.
Aku tahu sekarang dia tidak sedang benar-benar membaca. Tatapannya kosong.

Selama ini, sekecewa apapun aku, Kakak, dan Ibu, kami tidak pernah mengeluh apa lagi marah-marah pada Ayah. Ibu mengajarkan aku dan Kakak untuk tetap menghargai Ayah sebagai kepala keluarga. Seharusnya Ayah tahu itu. Seharusnya Ayah juga tahu bagaimana menghargai wanita yang sudah bersedia menjadi pasangan hidupnya.

“Kita doakan saja semoga Ayah berubah.” Perkataan yang sering Ibu katakan setiap tahu aku diam, menahan marah pada Ayah. Aku dapat merasakan harapan yang Ibu punya setiap beliau mengatakan itu. Tapi mungkin Ibu tidak tahu di dunia ini ada teori tentang people don’t change.
Atau mungkin Ibu tahu, beliau hanya pura-pura tidak tahu.

Terkadang aku takut suatu hari setelah aku menikah, suamiku nanti akan seperti Ayah yang suka berkata kasar dan marah-marah saat merasa kecewa. Aku tidak mau diperlakukan seperti itu. Aku tidak sekuat Ibu. Aku takut, Bu.

Setidaknya tidak semua laki-laki di dunia ini sama.
Itu yang membuatku masih memiliki harapan dipertemukan dengan laki-laki yang tahu bagaimana seharusnya memperlakukan perempuan sekalipun saat dia merasa kecewa.

***

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...