Wednesday 12 October 2016

Ice Skating

Skate with me! Be my arm to hold on to and even fall on.

Seperti anak yang baru bisa berjalan. Aku mengencangkan tali sepatuku dan mencoba berdiri. Ini pertama kalinya aku memakai sepatu dengan 'pisau' di bawahnya.
"Whoaa.." refleks aku memegang lengan laki-laki yang dari tadi sudah berdiri di dekatku.
"Bodoh."  katanya. 
"A..apa!?"
"Udah ayo cepetan."
Sulit sekali berdiri dengan sepatu model begini. Agak berat pada awalnya. Tapi akhirnya aku bisa berdiri dan berjalan menuju ice ring atas bantuan dia yang menemaniku membuat mimpi ini jadi kenyataan. 
Sebenarnya mimpi aku adalah bermain salju. Tapi berhubung di Inonesia nggak ada salju, (ada sih tapi jauh di puncak gunung Wijaya) jadi aku pikir main skating sepertinya ide yang bagus buat simulasi.
Dinginnnn!
"Dingin banget yaampun." Aku menggosok kedua tangan dan meniupnya. Ini ampuh untuk menghangatkan tanganku yang mudah ikut-ikutan dingin. 
"Payah. Gimana kalau ke Jepang, di sini aja udah kedinginan."
Huh. Dia itu.
Baiklah aku akan tunjukan kalau aku kuat dan nggak kedinginan! Tapi gimana dong ini dingin bangett >.<
Lalu sekarang gimana? Aku belum bisa berdiri tanpa memegang handle besi di sepanjang sisi ice ring ini. Aku takut jatuh.

Kecuali kalau jatuh di ice ring rasanya sama kaya lagi jatuh cinta ya nggak apa-apa.
"Kamu mau sampai kapan kaya gitu terus? Belajar ke tengah dong, ayo!" Katanya setelah sekitar setengah jam aku hanya berjalan di pinggir-pinggir ice ring. Aku heran, kenapa dia bisa begitu mudahnya berdiri tanpa pegangan?
Pelan-pelan aku melepas genggamanku dari pegangan besi dan memegang tangannya.
"Hwaaaa!" Aku berusaha menyeimbangkan tubuhku. Ini susah banget, asli.
"Jangan manja! Siapa yang semangat ngajak main skating? Sekarang udah ada di ice ring malah ga berani ke tengah." Dengan nada setengah marah dia melepaskan genggamanku.
"Iya tapi kan..."
"Udahlah, pulang aja kalau gitu ya. Buang-buang waktu banget." Katanya lagi.
"Jangan!"
Jahat!
Aku nggak mau pulang. Aku belum bisa. Aku mau main!
Setelah memberanikan diri, aku bisa berdiri tanpa pegangan dan sedikit-sedikit jalan ke tengah.
"Ahahaha. Bisa! Bisa aku bisaaa!" Aku kegirangan. "Daaaah!" Saking girangnya aku main meluncur ke mana pun aku mau.
Saat aku mulai merasa seperti princess Elsa, entah kenapa aku kehilangan keseimbangan dan kepeleset. Mungkin karena aku terlalu senang. Memang segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Termasuk kalau kita terlalu senang. Aku mencoba berdiri. Tapi susah juga. Daripada malu karena susah berdiri, aku berlaga benerin tali sepatu. Duh gimana nih, masa harus minta tolong mas-masnya?
Dia yang daritadi cuma mengawasi aku dari jauh akhirnya datang, tersenyum. Tentu saja bantu aku berdiri.
"Tuh kan bisa. Mana ada yang sakit nggak?"
Aku menggeleng. "Eh, balap yuk sampai sana!"
"Ayo."
"Yeeee!" Aku meluncur duluan. Sekarang aku bisa meluncur dengan gaya.
"Hati-hati!" 

No comments:

Post a Comment

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...