Rasanya baru tahun kemarin aku menulis tentang
adik aku yang ulang tahun. See how the time flies!
Ketika aku baca ulang tulisanku tahun lalu, aku sadar
kalau doaku terkabul: bisa melanjutkan sekolah di sekolah yang diinginkan.
Aku selalu bilang pada diriku
sendiri kalau apa yang aku rasakan yang nggak enaknya itu nggak boleh dirasakan
juga oleh adik aku dan anak-anak aku nanti. Karena aku belum menikah dan punya
anak (hehe) maka aku fokus ke adik aku. Bagaimanapun
adik aku nggak boleh ngerasain apa yang aku rasain. Itu yang selalu aku
bilang sama diri aku sendiri.
Setelah akhirnya aku mendapat
pekerjaan, aku bertekad untuk mengumpulkan uang untuk biaya kuliah adik aku
nanti. Aku rela nggak jajan kaya shopping berbulan-bulan atau apa setelah
gajian, sampai sekarang. Haha. Meskipun masih kurang dari cukup, tapi
setidaknya uang yang aku kumpulkan bisa membantu adik aku untuk sekolah. Pokoknya
adik aku harus sekolah!
Bulan Agustus lalu, doa dan apa yang selama ini aku
korbankan alhamdulillah menjadi
kenyataan.
Kalian mungkin tidak percaya atau
bahkan tidak peduli bagaimana aku melewati semuanya sampai akhirnya adik aku
bisa melanjutkan sekolah. Siang itu, aku sudah seperti anak hilang yang menangis
sampai susah bernapas sambil mengendarai motor. Aku baru sadar sebenarnya apa
yang aku lakukan (menangis sambil mengendarai) itu sangat membahayakan aku dan
orang lain karena kau tahu, kan? Saat menangis pandangan kita menjadi buram
terhalang oleh air mata yang siap jatuh kapan saja jika kau tak bisa
membendungnya lagi. Selain itu, pikiran kita juga tidak fokus dan itu sangat
berbahaya.
Baiklah, aku tahu aku bukan kakak
idaman orang-orang bahkan mungkin adikku sendiri berharap kakaknya adalah Pevita
Pearce (?) who knows, guys..
Tapi meskipun aku bukan Pevita Pearce atau siapapun
itu sosok kakak yang adikku inginkan, dia tidak punya pilihan lain karena aku
adalah kakaknya. HAHAHA. Mau apa
lu.wkwk.
Sudah
hampir satu tahun aku tinggal bersama adik aku. Hah, tinggal bersama!? Dari lahir
juga bersama, sih. Maksudku karena kebetulan sekolah dia dan tempat kerjaku
berada di daerah yang sama, jadi kita tinggalnya sama-sama. Sejak saat itu aku
berubah menjadi seorang kakak rumah tangga.
Dari
mencuci pakaian, menyetrika, membuat sarapan/makan malam (kadang beli, kadang
masak), beres-beres hingga menyikat kamar mandi aku yang melakukannya. Cape?
Iya. Ditengah kesibukanku sebagai seorang karyawan swasta dan mahasiswa,
menjadi seorang kakak rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Aku tahu kuliah itu membutuhkan energy
yang banyak jadi adik aku harus makan makan makan.
Jeleknya
aku adalah, aku suka tidak peduli pada diri aku sendiri demi adik aku. Sering
aku berbohong aku sudah makan malam padahal dari siang Cuma makan mi. Jadi kaya
aku beli makan buat adik aku, tapi buat aku nggak dan pas aku sampai aku bilang
aku udah makan tadi di kampus atau apa.
Aku jadi punya kebiasaan baru kalau
misalnya pulang, aku suka berpikir , “ade gue udah makan belum, ya.” atau kalau
aku mendapat jatah makanan dari kantor, terkadang aku suka bawa pulang untuk
dimakan berdua adik aku. Nggak jarang juga adik aku tahu kalau aku bohong
bilang udah makan karena perut aku yang bunyi terus-terusan dan dia bakal maksa
aku makan. “Udah kurus kaya gitu juga.” Yea I know that.
Seringnya aku pulang dengan keadaan rungsing, lalu
marah-marah atau ngomel-ngomel nggak jelas kaya
“San, apa
susahnya sih buang sampah di tempatnya?”
“San, itu kaos
kaki jangan taro situ.”
“San,
seprainya benerin dulu atuh ih yang bener kalau mau tidur.”
“Handuknya
jemur jangan taro situ nanti bau ih.”
Dan omelan lain yang aku yakin bukan hanya adik aku
tapi orang lain yang mendengar omelanku itu akan menjadi emosi. Hehe. Maaf, ya.
Tapi meskipun begitu, meskipun aku nyebelin, tanpa
harus aku ngomong dan ngasih tahu dia pasti tahu kalau aku sayang sama adik
aku. Huhuyyy. Dia itu adik yang seringnya lebih pantas jadi kakak. Karena suka
ngasih tahu aku dan jadi tempat curhat aku juga. Karena dia laki-laki, aku jadi
setidaknya tahu apa yang harus aku lakukan kaya misalnya,
“San, emangnya
cowo kalau main game bisa sampai lama banget, ya?”
“Uni nggak tahu? Ihsan kalau main game bisa kuat
sampai pagi?” kemudian aku merenung.
Atau…
“San, uni kan kangen … bla bla bla ..”
“Uni ga boleh gitu, jangan kaya anak kecil coba.”
See? Dia lebih cocok jadi kakak. Haha. Whatever,
Selamat
ulang tahun, brother! Maaf tahun ini aku tidak bisa memberikan kejutan apa-apa
bahkan untuk traktir pizza saja aku nggak bisa. Jujur aku sedih banget. Tapi nanti aku janji kalau ada rejeki lebih
aku bakal beli pizza buat dia nggak peduli dia lagi ulang tahun atau nggak.
Dan aku selalu berdoa agar kuliahnya lancar, ya.
Seterusnya sampai lulus.. aamiin.
Selamat ulang tahun! Yay! *ala keenan*
No comments:
Post a Comment