Monday, 8 June 2015

Adik aku



Rasanya baru tahun kemarin aku menulis tentang adik aku yang ulang tahun. See how the time flies!
Ketika aku baca ulang tulisanku tahun lalu, aku sadar kalau doaku terkabul: bisa melanjutkan sekolah di sekolah yang diinginkan.
Aku selalu bilang pada diriku sendiri kalau apa yang aku rasakan yang nggak enaknya itu nggak boleh dirasakan juga oleh adik aku dan anak-anak aku nanti. Karena aku belum menikah dan punya anak (hehe) maka aku fokus ke adik aku. Bagaimanapun adik aku nggak boleh ngerasain apa yang aku rasain. Itu yang selalu aku bilang sama diri aku sendiri.
Setelah akhirnya aku mendapat pekerjaan, aku bertekad untuk mengumpulkan uang untuk biaya kuliah adik aku nanti. Aku rela nggak jajan kaya shopping berbulan-bulan atau apa setelah gajian, sampai sekarang. Haha. Meskipun masih kurang dari cukup, tapi setidaknya uang yang aku kumpulkan bisa membantu adik aku untuk sekolah. Pokoknya adik aku harus sekolah!
Bulan Agustus lalu, doa dan apa yang selama ini aku korbankan alhamdulillah  menjadi kenyataan.
Kalian mungkin tidak percaya atau bahkan tidak peduli bagaimana aku melewati semuanya sampai akhirnya adik aku bisa melanjutkan sekolah. Siang itu, aku sudah seperti anak hilang yang menangis sampai susah bernapas sambil mengendarai motor. Aku baru sadar sebenarnya apa yang aku lakukan (menangis sambil mengendarai) itu sangat membahayakan aku dan orang lain karena kau tahu, kan? Saat menangis pandangan kita menjadi buram terhalang oleh air mata yang siap jatuh kapan saja jika kau tak bisa membendungnya lagi. Selain itu, pikiran kita juga tidak fokus dan itu sangat berbahaya.
Baiklah, aku tahu aku bukan kakak idaman orang-orang bahkan mungkin adikku sendiri berharap kakaknya adalah Pevita Pearce (?) who knows, guys..
Tapi meskipun aku bukan Pevita Pearce atau siapapun itu sosok kakak yang adikku inginkan, dia tidak punya pilihan lain karena aku adalah kakaknya. HAHAHA.  Mau apa lu.wkwk.
                Sudah hampir satu tahun aku tinggal bersama adik aku. Hah, tinggal bersama!? Dari lahir juga bersama, sih. Maksudku karena kebetulan sekolah dia dan tempat kerjaku berada di daerah yang sama, jadi kita tinggalnya sama-sama. Sejak saat itu aku berubah menjadi seorang kakak rumah tangga.
                Dari mencuci pakaian, menyetrika, membuat sarapan/makan malam (kadang beli, kadang masak), beres-beres hingga menyikat kamar mandi aku yang melakukannya. Cape? Iya. Ditengah kesibukanku sebagai seorang karyawan swasta dan mahasiswa, menjadi seorang kakak rumah tangga bukanlah hal yang mudah.  Aku tahu kuliah itu membutuhkan energy yang banyak jadi adik aku harus makan makan makan.
                Jeleknya aku adalah, aku suka tidak peduli pada diri aku sendiri demi adik aku. Sering aku berbohong aku sudah makan malam padahal dari siang Cuma makan mi. Jadi kaya aku beli makan buat adik aku, tapi buat aku nggak dan pas aku sampai aku bilang aku udah makan tadi di kampus atau apa.
Aku jadi punya kebiasaan baru kalau misalnya pulang, aku suka berpikir , “ade gue udah makan belum, ya.” atau kalau aku mendapat jatah makanan dari kantor, terkadang aku suka bawa pulang untuk dimakan berdua adik aku. Nggak jarang juga adik aku tahu kalau aku bohong bilang udah makan karena perut aku yang bunyi terus-terusan dan dia bakal maksa aku makan. “Udah kurus kaya gitu juga.” Yea I know that.
Seringnya aku pulang dengan keadaan rungsing, lalu marah-marah atau ngomel-ngomel nggak jelas kaya
“San, apa susahnya sih buang sampah di tempatnya?”
“San, itu kaos kaki jangan taro situ.”
“San, seprainya benerin dulu atuh ih yang bener kalau mau tidur.”            
“Handuknya jemur jangan taro situ nanti bau ih.”
Dan omelan lain yang aku yakin bukan hanya adik aku tapi orang lain yang mendengar omelanku itu akan menjadi emosi. Hehe. Maaf, ya.
Tapi meskipun begitu, meskipun aku nyebelin, tanpa harus aku ngomong dan ngasih tahu dia pasti tahu kalau aku sayang sama adik aku. Huhuyyy. Dia itu adik yang seringnya lebih pantas jadi kakak. Karena suka ngasih tahu aku dan jadi tempat curhat aku juga. Karena dia laki-laki, aku jadi setidaknya tahu apa yang harus aku lakukan kaya misalnya,
 “San, emangnya cowo kalau main game bisa sampai lama banget, ya?”
“Uni nggak tahu? Ihsan kalau main game bisa kuat sampai pagi?” kemudian aku merenung.
Atau…
“San, uni kan kangen … bla bla bla ..”
“Uni ga boleh gitu, jangan kaya anak kecil coba.”
See? Dia lebih cocok jadi kakak. Haha. Whatever,
                Selamat ulang tahun, brother! Maaf tahun ini aku tidak bisa memberikan kejutan apa-apa bahkan untuk traktir pizza saja aku nggak bisa. Jujur aku sedih banget.  Tapi nanti aku janji kalau ada rejeki lebih aku bakal beli pizza buat dia nggak peduli dia lagi ulang tahun atau nggak.
Dan aku selalu berdoa agar kuliahnya lancar, ya. Seterusnya sampai lulus.. aamiin.
Selamat ulang tahun! Yay! *ala keenan*

No comments:

Post a Comment

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...