Hai! Aku bingung mau kasih judul apa buat postingan ini (?)
Pagi ini, aku mau sedikit membahas tentang
hal yang mungkin sering dianggap sepele bagi sebagian laki-laki yang sebenarnya
menjurus ke pelecehan. Apakah? Menyentuh bagian tubuh seseorang (perempuan)
atau bahasa sehari-harinya dikenal dengan istilah mencolek. Sebenarnya tujuan
dari mencolek itu sendiri bermacam-macam. Ada yang karena merasa sudah dekat,
ada yang karena sok akrab, ada yang karena kebiasaan(?), dan ada juga yang
karena nafsu.
Kalau dalam bahasa Sunda itu
istilahnya cunihin. Kalau bahasa Indonesianya itu genit, ganjen. Kalau bahasa Jepangnya
itu tai. Heheh.
Apapun alasannya, aku rasa semua
perempuan nggak ada yang mau dicolek-colek kaya gitu. Termasuk aku sendiri
nggak suka kalau ada cowo yang sok akrab, modus-modus sambil dekat-dekat atau
nepuk pundak kaya gitu, ih, sering aku sentak dan aku hindarin aja habisnya
malesin banget. Sama malesinnya sama orang yang merokok nggak tahu tempat.
Please.
Mungkin bagi sebagian dari kalian
(laki-laki) mengangggap hal seperti itu adalah hal sepele like, “yaelah pegang
pundak doang.” atau “nyolek sebentar doang juga.” Okay, semua yang kalian pikir
‘doang’ itu bukan cuma ‘doang’ buat perempuan.
Pernah nggak, sih kalian berpikir
kalau adik atau kakak perempuan kalian, anak kalian, diperlakukan seperti itu?
Pernah berpikir sampai situ, nggak? Nggak semua perempuan merasa nyaman
diperlakukan seperti itu. Banyak banget yang merasa risih dan akan menilai kamu
sebagai laki-laki yang nggak berpendidikan dan nggak tahu sopan-santun. Mau
dinilai seperti itu? Dan sebenarnya kalau kita nggak suka dan merasa nggak nyaman itu urusannya bisa sampai ke polisi, loh. Jadi ingat cerita om aku waktu di Jepang, jadi katanya kalau ada perempuan yang merasa risih pas lagi jalan diliatin sama cowo terus perempuan itu lapor polisi, cowonya bisa ditangkap. Jangan salah. Itu baru ngeliatin. Gimana yang sampai berani nyentuh?
Aku sendiri pernah marahin orang
yang suka sok-sok akrab jayus gitu kaya nggak ada angin nggak ada apa pegang
pundak, nyenggol gitu. Kalau dia pintar, dia pasti tahu dong aku nggak suka.
Mungkin karena dia nggak punya otak, pas aku marah dia malah ketawa- najis. Bahkan
pernah bilang gini, “Kalau sama pacarnya aja deket2.” And I was like, “Wtf are
you talking about?” do you think that I will treat you like I treat my
boyfriend!!? You wish!
Dan aku nggak akan pernah respect sama orang macam
dia atau siapapun yang suka nanya “Kenapa Sa? Putus ya sama pacarnya.” atau “Sa,
kapan putus?” sumpahya lo ngarep banget kasian gue. Bercanda? Buat aku, suatu hubungan
itu nggak pantes buat dibercandain kaya gitu. Sampah banget bercandaannya.
Kembali ke topik pembahasan. Aku
jadi berpikir kalau nanti aku punya anak perempuan, gimana caranya aku harus
kasih tahu dan ajarin dia buat melindungi dirinya dari hal-hal seperti itu. Apalagi
zaman sekarang tuh udah banyak banget kasus pelecehan yang aku yakin awalnya itu
dari iseng colek-colek. Aku harus kasih tahu dia mulai dari dia mau masuk sekolah.
Aku harus kasih tahu dia: nggak boleh ada seorang pun yang boleh nyentuh dia
apalagi nyentuh bagian tubuh yang apasih tuh namanya? Ya itu deh. Kalau ada
yang berani seperti itu, dia harus teriak dan lapor sama guru, juga harus kasih
tahu aku karena aku bakal lindungin dia seperti ayahku yang sejak aku lahir
menjaga dan melindungi aku. Bahkan kalau dengar cerita orang-orang, ayah itu kurang suka kalau aku waktu masih suka
digendong-gendong diciumin atau dipegang atau dicubit pipinya sama orang-orang.
Tapi ya mau gimana lagi namanya juga
masih bayi pasti pada gemes(?) #PedeJaya
Sejak kecil, waktu aku masuk SD kelas
satu, ayahku sering bilang “Ibaratnya, anak perempuan itu ketimun, lembut.
Laki-laki itu durian. Tahu kulitnya, kan? Berduri, keras. Jadi kalau main di
sekolah harus hati-hati. Jangan terlalu dekat sama anak laki-laki.” Kata ayah
sambil merangkul pundakku dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya
memegang tas sekolahku. Beliau dengan sepenuh hati terus manjaga aku sampai aku
dewasa sekarang. Ayah bahkan pernah marahin orang yang nyolek aku waktu aku
lagi jalan.
Dan saat aku mulai dewasa, ayah
bilang “sekarang Sasa kan sudah besar, sudah bisa memutuskan siapa yang boleh dekat
sama Sasa. Karena semua yang Sasa punya itu yang jagain ya Sasa sendiri. Jadi
yang boleh nentuin siapa yang boleh dekat kamu itu juga kamu sendiri.”
Dan memang ketika kita dewasa, semua
keputusan dan pilihan itu kita yang putuskan. Jadi kasarnya mungkin kaya “kamu tuh udah
dewasa, udah tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Diri kamu itu punya kamu
dan cuma kamu yang bisa menentukan, membatasi, dan melindungi diri kamu karena
semua keputusan dan pilihan itu ada di kamu. Tinggal gimana kita menjaga
kepercayaan mereka (orang tua),” gitu.
Begitupun kalau nanti aku punya anak
laki-laki. Aku juga bakal kasih tahu dia hal yang sama. Dia harus bisa jaga
diri dan kalau ada apa-apa dia tetap harus bilang sama aku karena aku bakal
selalu ada buat dia. Selain harus bisa jaga diri, dia juga harus bisa bersikap
baik ke anak perempuan. Aku bakal kasih tahu dan ajarin dia buat menghargai
mereka dengan nggak main fisik ke anak perempuan, nggak kasar, apalagi
jadi cowo murahan yang suka colek-colek
sana-sini. By the time, dengan sendirinya dia pasti tahu how to treat woman
well dan menjadi laki-laki ‘berkelas’ yang tahu sopan-santun dan nggak dicap
sebagai cowo yang cunihin atau apalah itu.
Kelak suatu hari dia punya pacar dia
bisa menjaga, menghargai, dan melindungi pacarnya. Apalagi kalau nanti dia
punya anak. Jadi apa yang aku ajarin bakal dia pake juga buat keluarganya
nanti. Intinya, ketika kita merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang lain
kepada kita, kita nggak boleh diam aja. Kita harus lawan atau kalau perlu
timpuk pake batu kek apa biar dia tahu kalau kita nggak suka. Karena yang
menentukan siapa yang boleh dekat sama kita, yang boleh nyentuh kita itu ya
kita sendiri. Gitu.
No comments:
Post a Comment