Thursday, 26 June 2014

Cerita Kampus 1


Masih di kelas. Sedang ada pelajaran matematika ...
“Untuk UAS, pelajari anuitas dan amortisasi.” Kata dosen itu menutup pelajarannya.
Anuitas dan Amortisasi.. mata pelajaran yang aku belum bisa bagaimana menghitungnya dengan kalkulator. Ah!
"Eh, lihat dong." Katanya menunjuk buku matematika yang ada dimejaku. Refleks aku memberikannya. Tiba-tiba dia menghampiriku dan berkata, "Boleh pinjam dulu? Gue fotokopi habis ini." Aku yang kaget karena dia berdiri sedekat ini denganku sampai-sampai aku bisa menghirup aroma parfumnya yang -baiklah- aku akui itu harum tapi tidak menyegak. "Itu bukan punyaku, itu punya Rani." Rani yang duduk tepat disebelahku langsung menoleh mendengar namanya disebut.
"Ran, gue pinjem dulu, ya. Mau fotokopi." Katanya.
"Oh, iya boleh."
"Kamu udah fotokopi?" Kali ini dia bicara padaku.
"Belum." Jawabku.
Setelah dia kembali duduk di bangkunya, di samping kanan tempat aku duduk sekarang.
Aku memang belum punya fotokopi materi itu dan berencana akan mem-fotokopi-nya. Kebetulan.
Dia, aku menyebutnya cowok korea karena penampilannya yang agak .. Hmm.. kekoreaan. Dia mungkin tidak merasa begitu, kau tahu kan aku punya dunia drama sendiri dan aku pikir dia itu cowok korea. Kulitnya putih, pakaiannya rapi, bersih, memakai kacamata frame tebal dan tidak banyak bicara. Itu first impression-ku waktu pertama kali melihatnya. Tenang saja, aku tidak menyukainya. Biasa saja. Lama kelamaan aku jadi berpikir kalau dia itu agak so so misterius. Jarang menyapa dan jarang berbaur dengan teman-teman yg lain. Dia selalu asik dengan dua gadget-nya. Blackberry dan tablet samsung.  Aku tidak pernah menyapa/menegurnya duluan kecuali terpaksa, dan akhirnya 'terpaksa' itu datang.
"Eh, mau fotokopi sekarang?" Tanyaku sambil berusaha membuat dia melihat ke arahku.
Tapi entah suaraku yang kurang terdengar atau dia yang memang tidak mendengar, dia tidak menjawab, asik melihat gadget-nya. Jadi seperti sedang monolog kan gue.
Apa aku harus memanggil namanya agar dia melihat ke arahku?
Ah, males banget manggil-manggil. Tapi, ini terpaksa demi fotokopi matematika. Baiklah. Aku lupa namanya! -_-
"Ran, dia tuh siapa namanya?" Tanyaku sambil  menunjuknya.
"Siapa?Adit?"
"Oh.."
"Adit"
"..."
"Adit!"  Butuh dua kali untuk membuatnya merasa terpanggil. "Kamu mau fotokopi matematika?" Tanyaku setelah dia menoleh ke arahku.
"Mau. Lo mau juga? Bareng aja di bawah."
"Ok."
Apa? Ke tempat fotokopi berdua sama cowo korea ini? Zzz. Dan, ya. Kita.. Urgh, ya, aku dan dia pergi ke tempat fotokopi. Karena mengantri, kita terpaksa duduk menunggu. Dia duduk di sebelahku dan harumnya masih sama seperti saat dia nyamperin waktu di kelas tadi. Parfum apa, ya, enak banget wanginya.
Sambil menunggu fotokopian yang kurang lebih berapa ratus halaman itu, kita berbincang-bincang ringan. Meskipun tangannya tetap asik menyentuh samsung touchscreen-nya, men-scroll timeline path. (Kepo dikit gapapalayaa. Hehehe)
"Kamu kerja di mana, sih?" Tanyanya. Pertanyaan yang sekaligus membuka percakapan. Setelah itu, pembicaraan kita mengalir begitu saja. Terkadang terhenti setelah diantara kita selesai bercerita. Dan.. Hey, ternyata dia tidak se-senga yang aku kira selama ini. Dia bisa bercerita panjang lebar dan menyampaikan pendapatnya dengan santai dan that's nice.
Nggak, aku nggak terpesona. Biasa aja.
"Kamu baru masuk semester ini, kan?" -oke gue kepo-
"Iya, sama kok"
"Tapi kamu emang nggak ngambil MKU apa gimana? Emang bisa, ya?" -fyi, aku nggak pernah lihat dia di kelas agama, kwn, dan MKU lainnya-
"Sebenernya aku tuh udah pernah kuliah sebelumnya."
"Oh iya? Di mana?"
"Di *****. Udah mau lulus sebenernya udah dikit lagi cuma keluar. Padahal udah hapal koding2 segala macam."
"Yah,kenapa? sayang banget padahal."
"Biasalah males segala macem."
"Hmm.. Udah berapa tahun?"
"Dua tiga (read: 23).."
-krik aku sebenernya bukan nanya umur dia. Aku nanya dia udah kerja berapa tahun, gitu. Dan kayaknya dia menyadari itu. Aku juga sih ya nanya random banget-
"Hmm, kalau kerja baru setaunanlah."
"Sayang banget itu padahal kamu sebentar lagi lulus." (Fix gue random abis)
"Iya..tapi udah males mau gimana. Asalnya malah nggak akan kuliah lagi, tapi gue kan cowo. Cowo tuh tanggung jawabnya buat kedepannya. Kalau cewe kan istilahnya kalau udah punya suami, yaa udah, done. Kalau cowo kan terus dong, mau ngasih makan istri sm anak pake apa kalau ga kerja?"
Aku mangut2 aja. Dalam hati aku pikir, namja banget udah mikirin istri sama anak. Something wow aja .hehe. Aku tahu cowo yang berpikiran gitu nggak cuma dia aja.
"Emang di tempat kamu kerja sekarang, ada perbedaan gaji kalau buat yang lulusan SMA?"
"Ngga sih, tapi ya gini deh mikirnya kita sekarang kerja misalnya kita udah ada di comfort zone, udah enak. Tapi kan ya at least kita pasti nggak akan selamanya kerja disitu. Seenggaknya kalau kita mau lamar kerja dan udah sarjana tuh bisa jadi bahan pertimbangan. Karena di beberapa perusahaan tuh percuma kalau kita punya skill sebagus apapun tapi pas lihat ijazah cuma SMA. Apalagi kalau ternyata mereka maunya yang udah sarjana."
Katanya panjang lebar dan aku cuma bisa jawab : "iya, sih. Itu masalahnya." Aku menghela nafas.
"Kamu emang umurnya berapa?" -ah dia juga random sodara-sodara -
"Dua puluh."
"Oh, masih muda." -helow, 23 juga masih muda kali-
"Berarti km kelahiran '93 ya?" Tanya dia lagi.
"Iya, km? '90?" -oke gue sotoy-
"Sembilan satu."
"Hmm.."
"Sebenernya males, sih, tapi gue lihat ternyata masih ada yang lebih 'senior' dari gue yang masih semangat kuliah. Jadi gue agak tenang."
"Iya mereka masih semangat. Ga boleh kalah."
Percakapan pun berakhir setelah abang fotokopian memberikan fotokopinya. Kita berjalan keluar dan nggak ngomong apa-apa lagi. Akhirnya aku coba mencairkan suasana, "kamu langsung pulang, ya?" -fyi, setelah ini aku masih ada kelas kewarganegaraan dan dia ga ngambil matkul itu-
"Iya.. Hmm, selamat puasa, ya."
"Iyaaa, selamat liburan! Hehe" -maksud gue sih selamat minggu tenang-wkwk
Dia ketawa dan berjalan ke tempat parkir. Menghilang karena gelap jadi dia ga kelihatan lagi.
... Wow! Cowo korea yang so so misterius itu ternyata bisa ngobrol banyak juga. Ternyata aku salah dengan penilaianku ke dia yang sia tuh senga, so cool, bla bla bla. Mungkin emang sifat dan image dia aja kaya gitu.
Jadi, banyak sih sebenarnya yang ingin aku bahas dari kejadian itu. Aku agak kurang setuju sama pendapat dia yang cewe tuh ya kalau udah nikah ya istilahnya 'done'. (Done itu maksudnya yaudah lo ga perlu mikirin cari uang karena ada suami lo yg bakal cari nafkah.Gitulah.) Sebenernya nggak se-'done' itu juga sih. Nggak sekasar itu gitu. Karena nggak mungkin juga ya seorang istri nggak bantu suaminya. Unless kalau emang suaminya nyuruh istrinya buat jadi IRT. Tapi, jadi IRT juga bukan berarti istri itu lepas tangan "gamau tau pokoknya duit belanja harus ada bla bla bla" juga. Istri juga bisa usaha bantu suaminya.ya wirausaha. Kecuali kalau istri itu workaholic dan diizinkan suaminya bekerja. Tapi aku rasa ada beberapa suami juga ada gengsi dikit kali ya kalau istrinya kerja. Aku pengen banget bahas ini tapi next post ajalahya kapan-kapan. Intinya, sih dari beberapa teman cowo aku di kampus, mereka kelihatannya bersungguh-sungguh kuliah demi kehidupannya kelak bersama keluarga yang dicintainya. Kurang Namja apa. Ya, mudah2an bukan cuma teori / rencana aja ya mereka bilang kaya gitu :)

No comments:

Post a Comment

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...