Tuesday, 16 February 2016

Macet

Macet adalah sesuatu yang tidak disukai, tidak diharapkan, dan tidak diinginkan oleh hampir semua pengguna jalan.
Kenapa aku bilang hampir semua?
Karena pada saat dan keadaan tertentu justru macet bisa jadi sesuatu yang menyenangkan. Misalnya, kamu lagi mau pergi sama gebetan, pacar atau siapalah itu, terus di jalan itu macet banget. Kamu bakal kesal apa senang? Kayaknya kalau kamu lagi fall in love banget, kamu nggak akan mempermasalahkan macetnya karena otomatis waktu kamu bareng dia jadi lebih lama. Sambil nunggu macet kamu bisa ngobrol, bercanda atau foto bareng di tengah kemacetan(?) Jadi enjoy aja gitu. Iya, nggak?
HAHA.
HA.
#yeu

Kalau diadakan polling tentang perasaan para pengguna jalan ketika bertemu dengan kemacetan, mungkin hasilnya akan seperti ini:

Berdasarkan ke-sok tahu-anku, sebagian besar dari mereka merasa stress. Macet yang membuat kesal berkepanjangan akan membuat seseorang merasa stress dan menyerap energi-energi negatif lainnya. Sebagian lagi merasa marah, lebih tepatnya marah-marah. Entah marah pada siapa yang jelas aku sering melihat pengguna jalan yang berubah jadi ‘monster’ karena macet. 
Sisanya merasa senang atau biasa saja.
Begitulah.

Sebenarnya apa, sih, yang menyebabkan terjadinya macet?
Kendaraan
Jadi ingat salah satu motion waktu latihan buat lomba debat: “THBT The Number of motorcycle should be limited”. Cukup mudah bagi proposition team mencari alasan dan fakta yang kuat untuk meyakinkan jumlah motor memang harus dibatasi. Ini bisa jadi salah satu solusi mengatasi kemacetan.
TAPI, pernah berpikir nggak kalau jumlah motor (kendaraan) dibatasi, otomatis produksinya pun dibatasi, akan banyak perusahaan otomotif yang mengalami penurunan penjualan dan berdampak pada pengurangan karyawan?
Hm.
Serba salah, kan?
#JadiDebatSendiri  XD
Intinya, semakin banyak kendaraan di jalan, semakin besar potensi macetnya.

Jalan
“Ini jalannya cuma muat satu mobil, sih.”
“Jalannya kurang besar, nih. Makanya jadi macet.”
Ada nggak sih yang pernah nyalahin lebar jalan yang kurang besar atau berpikir kalau jalan itu diperluas, jadi nggak akan macet?
ADA.
Dan ada nggak sih jalan yang udah diperlebar sedemikian rupa, tapi tetap macet?
BANYAK.
So?
Kayaknya, ujung-ujungnya kembali lagi ke jumlah kendaraan, ya.

Pengendara
Ada dua hal yang membuat pengendara atau pengemudi menjadi penyebab kemacetan:


1.       Keegoisan
Aku baru sadar kalau ternyata macet itu disebabkan oleh keegoisan si pengendara itu sendiri. Kalau kalian perhatikan, banyak banget pengendara yang egois.  Mereka berkendara seakan mereka adalah pemilik jalan. Bersikap seolah kendaraan lain adalah butiran debu. #yaelah
Perlu contoh keegoisan pengendara?
-          Pengemudi angkutan umum yang berhenti seenaknya tanpa memberi tanda.
-          Pengendara yang ‘maksa’ putar balik kendaraannya ditengah kemacetan.
-          Pengendara yang melawan arah dengan watados-nya.

Suatu hari, aku pernah terjebak macet yang seeeemacet-macetnya jalan. Pokoknya sama sekali nggak jalan ada kali dua puluh menit. Aku pikir ini kenapa macet banget apa ada kecelakaan? Eh, taunya macet itu karena ada truk yang mau belok (motong jalan) tapi nggak bisa-bisa karena jalan sebelahnya pun macet. Dan truknya DIAM GITU AJA di tengah jalan. T^T
Supir truk tersebut mungkin mengeluh, “Macet banget sih gue jadi susah mau lewat!” tanpa sadar dia sendiri juga bikin macet.
Sampai akhirnya ada polisi yang nyuruh truk itu jalan terus, muternya di depan. Baru deh truk itu maju. Demi apapun itu kejadian paling egois yang pernah aku lihat.
Jalan itu kan transportasi publik. P-U-B-L-I-K, artinya milik bersama. Jadi tolong jangan egois-egois bangetlah kalau lagi di jalan.

2.       Kurangnya Pengetahuan tentang Lalu Lintas
Apa yang dikatakan oleh Pak polisi ketika aku akan membuat SIM itu benar, “Masih banyak orang
yang tidak tahu peraturan rambu-rambu lalu lintas.”
Nggak percaya? Ketika kamu lagi di perjalanan, coba lihat saja sekitarmu. Pasti ada aja yang melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Hal yang paaaaaling sederhana misalnya marka jalan.
Itu loh garis putih yang biasa jadi pemisah mobil sesuai dengan arahnya. Selain menjadi ‘pemisah’ ternyata garis putih itu punya artinya. Perhatikan, kalau garisnya putus-putus itu berarti kita boleh melewati, memotong, dan menyalip batas itu (selama aman). Kalau garisnya garis terus yang panjang (biasanya di tikungan), berarti kita  sebaiknya tidak melewati garis.
Jangankan marka jalan. Tanda dilarang putar balik gitu aja sering dilanggar. Aku nggak kebayang apa rasanya jadi tanda itu: nggak dianggap. Sedih banget pasti  #yah #baper

Apa susahnya, sih, cari jalan yang memang aman untuk mutar balik? Nggak mau rugi banget harus jalan lebih jauh buat mutar?
Pernah ada orang yang marah-marah ke aku karena menurut dia aku menghalangi jalan dia. PADAHAL jelas-jelas dia jalan bukan dijalurnya dan melawan arah pula. Dia yang salah, dia yang marah-marah. Heran.
Orang-orang yang seperti itulah yang menyababkam jalanan macet dan semerawut. Udah macet, penuh kendaraan, semerawut pula. Sungguh paket lengkap menuju stress banget. #sabar
Mereka mungkin belum sadar aja. :)   

Yuk, kita sadarkan! /siram air/ 

No comments:

Post a Comment

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...