Macet adalah sesuatu yang tidak disukai, tidak
diharapkan, dan tidak diinginkan oleh hampir semua pengguna jalan.
Kenapa aku bilang hampir semua?
Karena pada saat dan keadaan tertentu justru macet
bisa jadi sesuatu yang menyenangkan. Misalnya, kamu lagi mau pergi sama gebetan,
pacar atau siapalah itu, terus di jalan itu macet banget. Kamu bakal kesal apa
senang? Kayaknya kalau kamu lagi fall in love banget, kamu nggak akan
mempermasalahkan macetnya karena otomatis waktu kamu bareng dia jadi lebih lama.
Sambil nunggu macet kamu bisa ngobrol, bercanda atau foto bareng di tengah
kemacetan(?) Jadi enjoy aja gitu. Iya, nggak?
HAHA.
HA.
#yeu
Kalau diadakan polling tentang perasaan para pengguna
jalan ketika bertemu dengan kemacetan, mungkin hasilnya akan seperti ini:
Berdasarkan ke-sok tahu-anku, sebagian besar dari
mereka merasa stress. Macet yang membuat kesal berkepanjangan akan membuat
seseorang merasa stress dan menyerap energi-energi negatif lainnya. Sebagian
lagi merasa marah, lebih tepatnya marah-marah. Entah marah pada siapa yang
jelas aku sering melihat pengguna jalan yang berubah jadi ‘monster’ karena
macet.
Sisanya merasa senang atau biasa saja.
Begitulah.
Sebenarnya
apa, sih, yang menyebabkan terjadinya macet?
Kendaraan
Jadi ingat salah satu motion waktu latihan buat lomba
debat: “THBT The Number of motorcycle
should be limited”. Cukup mudah bagi proposition team mencari alasan dan
fakta yang kuat untuk meyakinkan jumlah motor memang harus dibatasi. Ini bisa
jadi salah satu solusi mengatasi kemacetan.
TAPI, pernah berpikir nggak kalau jumlah motor (kendaraan)
dibatasi, otomatis produksinya pun dibatasi, akan banyak perusahaan otomotif
yang mengalami penurunan penjualan dan berdampak pada pengurangan karyawan?
Hm.
Serba salah, kan?
#JadiDebatSendiri XD
Intinya, semakin banyak kendaraan di jalan, semakin
besar potensi macetnya.
Jalan
“Ini jalannya cuma muat satu mobil, sih.”
“Jalannya kurang besar, nih. Makanya jadi macet.”
Ada nggak sih yang pernah nyalahin lebar jalan yang
kurang besar atau berpikir kalau jalan itu diperluas, jadi nggak akan macet?
ADA.
Dan ada nggak sih jalan yang udah diperlebar sedemikian
rupa, tapi tetap macet?
BANYAK.
So?
Kayaknya, ujung-ujungnya kembali lagi ke jumlah
kendaraan, ya.
Pengendara
Ada dua hal yang membuat pengendara atau pengemudi
menjadi penyebab kemacetan:
Suatu hari, aku pernah terjebak macet yang seeeemacet-macetnya
jalan. Pokoknya sama sekali nggak jalan ada kali dua puluh menit. Aku pikir ini
kenapa macet banget apa ada kecelakaan? Eh, taunya macet itu karena ada truk
yang mau belok (motong jalan) tapi nggak bisa-bisa karena jalan sebelahnya pun
macet. Dan truknya DIAM GITU AJA di tengah jalan. T^T
1.
Keegoisan
Aku baru sadar kalau ternyata macet itu disebabkan
oleh keegoisan si pengendara itu sendiri. Kalau kalian perhatikan, banyak
banget pengendara yang egois. Mereka berkendara
seakan mereka adalah pemilik jalan. Bersikap seolah kendaraan lain adalah
butiran debu. #yaelah
Perlu contoh keegoisan pengendara?
-
Pengemudi angkutan umum yang berhenti seenaknya
tanpa memberi tanda.
-
Pengendara yang ‘maksa’ putar balik kendaraannya
ditengah kemacetan.
-
Pengendara yang melawan arah dengan watados-nya.
Supir truk tersebut mungkin mengeluh, “Macet banget
sih gue jadi susah mau lewat!” tanpa sadar dia sendiri juga bikin macet.
Sampai akhirnya ada polisi yang nyuruh truk itu jalan
terus, muternya di depan. Baru deh truk itu maju. Demi apapun itu kejadian
paling egois yang pernah aku lihat.
Jalan itu kan transportasi publik. P-U-B-L-I-K,
artinya milik bersama. Jadi tolong jangan egois-egois bangetlah kalau lagi di
jalan.
2. Kurangnya Pengetahuan tentang Lalu Lintas
Apa yang dikatakan oleh Pak polisi ketika aku akan
membuat SIM itu benar, “Masih banyak orang
yang tidak tahu peraturan rambu-rambu lalu lintas.”
Nggak percaya? Ketika kamu lagi di perjalanan, coba lihat
saja sekitarmu. Pasti ada aja yang melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Hal yang paaaaaling sederhana misalnya marka jalan.
Itu loh garis putih yang biasa jadi pemisah mobil
sesuai dengan arahnya. Selain menjadi ‘pemisah’ ternyata garis putih itu punya
artinya. Perhatikan, kalau garisnya putus-putus itu berarti kita boleh melewati,
memotong, dan menyalip batas itu (selama aman). Kalau garisnya garis terus yang
panjang (biasanya di tikungan), berarti kita sebaiknya tidak melewati garis.
Jangankan marka jalan. Tanda dilarang putar balik
gitu aja sering dilanggar. Aku nggak kebayang apa rasanya jadi tanda itu: nggak
dianggap. Sedih banget pasti #yah #baper
Apa susahnya, sih, cari jalan yang memang aman untuk
mutar balik? Nggak mau rugi banget harus jalan lebih jauh buat mutar?
Pernah ada orang yang marah-marah ke aku karena
menurut dia aku menghalangi jalan dia. PADAHAL jelas-jelas dia jalan bukan
dijalurnya dan melawan arah pula. Dia yang salah, dia yang marah-marah. Heran.
Orang-orang yang seperti itulah yang menyababkam
jalanan macet dan semerawut. Udah macet, penuh kendaraan, semerawut pula.
Sungguh paket lengkap menuju stress banget. #sabar
Mereka mungkin belum sadar aja. :)
Yuk, kita sadarkan! /siram air/
No comments:
Post a Comment