Thursday, 20 February 2014

Suatu Waktu


akan ada suatu waktu ketika kau merasa lelah dengan dirimu sendiri. akan ada suatu waktu ketika kau merasa tidak bisa mengerti perasaanmu sendiri. sendiri .. sendiri .. sendiri .. yaiyalah masa berdua. emang diri kamu ada berapa!? -ignore-
jadi, aku sedang berada pada 'suatu waktu' itu. Ya, aku rasa begitu. orang lain mungkin sudah tidak mengerti dengan jalan perasaanku sejak awal. Maksudku, sejak aku menyadari dan mengakui kalau aku menyukainya. Menyukai dia yang aku sendiri (sendiri lagi) tidak tahu keberadaannya. ya dia ada, sih. hanya saja dia itu seperti nggak ada di hariku. ya memang nggak ada juga, sih, ya, mau di apain. Heup!
Sudah kubilang, aku ini bagaikan seorang fans yang menyukai seorang artis. di mana biasanya hubungan antara artis dengan fans-nya itu semacam rasa bertepuk sebelah tangan. seorang fans sudah pasti menyukai idolanya, tapi sang idola belum tentu menyukai kita. respect mungkin iya, berterima kasih karena telah menyukai, mendukung, dan lain sebagainya. tapi untuk memiliki rasa yang sama seperti fans itu mungkin tidak.
Orang-orang bisa melihat betapa awkward aku menyukainya. Untuk memulai ercakapan saja aku tidak berani. aku hanya menunggu hari-hari penting saja, seperti hari ulang tahun, misalnya. Agar aku bisa -setidaknya- 'menyapa'mu.

"Apa yang kau suka darinya?"
"Kenapa kau menyukainya?"
"Bagaimana bisa kau menyukainya?"
sebenarnya aku benci dengan pertanyaan itu. Memangnya kenapa? apa urusanmu dengan perasaanku? aku menyukainya. lalu apa masalahmu?
Begitulah kesewotanku terus mengalir sampai 'suatu waktu' itu datang.
Ya, aku lelah. mungkin lelah mengaguminya. aku lelah dengan perasaan ini. perasaanku mungkin tidak tulus karena aku -memang- berharap dia juga punya perasaan yang sama. mungkin itu yang membuatku lelah. ah, kebanyakan mungkin.
'suatu waktu' ini membuatku berhenti untuk menunggu hari ulang tahunnya, meskipun aku masih mengingatnya.

Tuesday, 18 February 2014

what a life


kalau orang menyebut ini cinta lama yang bersemi kembali, aku tidak setuju. Tidak akan aku iya-kan orang yang menyebut ini suatu kejadian cinta lama bersemi kembali apalagi cinta lama belum kelar. secara dulu memang nggak ada istilah cinta di antara kita. Azegg. Maaf ya kalau geli bacanya. Jadi kita hanya sebatas teman yang saling mengenal dan... ya udah itu aja. What a lif(e) !

Lucky in My Dream

Eunji masih berusaha mencari kunci sepedanya. Ia memasukan satu per satu kunci yang menggantung di gantungan kunci pokemonnya itu. Ada sekitar lima kunci dan Eunji selalu tidak bisa membedakan mana kunci sepeda, kamar, rumah, dyari, dan loker.
Sekelompok anak yang tidak lain adalah temannya lewat sambil tertawa.
"Wah nanti belajar matematikanya sama kak Ryan lagi, kan? asiiik!" Kata salah satu dari mereka.
"Iya, kalau sama kakak itu jadi mudah mengerti, ya! Seru lagi!" Sahut teman yang satu lagi.
"Eh, nanti pulangnya bareng lagi, ya, kaya kemarin!"
"Eunji! Kita duluan, ya!" Kata Radit yang melihat Eunji. Eunji tersenyum dan melambaikan tangan.
"Eunji, kamu tidak mau ikut les tambahan? Asik, loh! Ayo ikut les sama-sama!"  Kata Riani -mungkin-basa-basi.
"Dia sudah pintar, tidak perlu les," cletuk Dika.
Eunji nyengir tanpa arti.
"Kita duluan, ya! Dadaaah!"
Lama kelamaan pembicaraan mereka tidak lagi terdengar jelas.
"Berisik sekali," gumam Eunji.
Eunji melihat teman-temannya yang berjalan menjauh sambil membawa map transparan yang isinya buku dan kertas-kertas.  Buku yang katanya rangkuman dari apa yang telah dipelajari sejak kelas X sampai kelas XII sekarang. Ya, buku pegangan yang biasa dimiliki mereka yang mengikuti les tambahan untuk persiapan ujian nasional dan masuk perguruan tinggi negeri.
Setelah beberapa lama terdiam dan larut dalam pikirannya sendiri, Eunji  menghela nafas dan mulai mengayuh sepedanya, pulang.
Aku.. aku juga ingin ikut les tambahan seperti mereka. Bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama-sama, belajar bersama. Sepertinya les membuat mereka lebih akrab. Setiap hari ada saja topik pembicaraan menyenangkan dan aku selalu tidak tahu apa-apa tentang itu.  Gumam Eunji. Keadaan ekonomi keluarga Eunji tidak memungkinkan untuk ikut les yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Eunji dapat mengerti hal itu, tapi tetap saja terkadang ia ingin merasakan rasanya belajar di tempat les seperti teman-temannya. Eunji memang bukanlah satu-satunya siswa yang tidak mengikuti les tambahan. Les tambahan membutuhkan uang yang tidak sedikit. Sebenarnya bisa saja Eunji minta izin  ikut les tambahan pada orang tuanya, tapi   Eunji tahu hal itu hanya akan memberatkan orang tuanya saja. Apalagi Jun Su, adiknya Eunji, tahun ini  juga akan lulus SMP dan masuk SMA.

Diam-diam Eunji suka meminjam buku les milik Na Eun, sahabatnya, dan membacanya waktu istirahat. Pada dasarnya semua yang diajarkan di tempat les sama dengan yang diajarkan sekolah. Di sekolah, Eunji termasuk anak yang kemampuan akademiknya biasa-biasa saja.
"Sebenarnya tidak perlu ikut les tambahan dan menghapal rumus-rumus cepat, kita hanya perlu belajar SEDIKIT lebih giat dari teman-teman yang lain. Sering-sering latihan soal, membaca, dan berdoa."  Kata wali kelas Eunji suatu hari.
"Ikut les tambahan bukan berarti kita akan 100% berhasil. Itu hanya salah satu penunjang belajar, percaya pada ibu, asal kau belajar giat, kau pasti bisa."
Kata-kata itu menjadi penyemangat Eunji untuk terus belajar dan tidak merasa minder meskipun dia tidak  ikut les. Bagaimanapun, semua  tergantung usaha  dan kerja keras masing-masing.

Ujian Nasional yang -tidak begitu- dinanti oleh murid kelas dua belas akhirnya tiba. Dengan usaha, hasil kerja keras dan 'kerja sama' menyatukan kekuatan, akhirnya mereka lulus 100%. Senang sekali akhirnya bisa melewati UJIAN NASIONAL itu.
Tinggal satu ujian lagi : UJIAN MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI.
Ujian yang sepertinya adalah  RAJA dari semua raja ujian karena ujian ini diikuti oleh hampir semua siswa kelas XII bahkan tahun-tahun sebelumnya. Mereka semua berlomba-lomba memperebutkan bangku di universitas yang mereka impikan. Termasuk Eunji.

Eunji sangat berharap dan ingin masuk perguruan tinggi negeri karena Pamannya yang tinggal di kota pernah menjanjikan Eunji seperti ini, "Eunji, kalau kau bisa masuk ke perguruan tinggi manapun, paman akan belikan laptop atau blackberry. Nanti kau pilih saja mau laptop apa blackberry. Belajarlah yang giat!"
"Baik!" seru Eunji kegirangan. Itulah motivasi terbesar Eunji untuk masuk ke PTN. Setiap malam saat belajar,  Eunji membayangkan dirinya memiliki laptop sendiri. Belum terpikir oleh Eunji tentang masa depan apalagi prospek kerja. Eunji hanya ingin bisa masuk perguruan tinggi negeri agar bisa dapat laptop atau blackberry yang dijanjikan oleh pamannya. Singkatnya, Eunji ingin memiliki laptop dan masuk PTN adalah jalan untuk mendapatkan benda yang ia inginkan tanpa harus meminta pada ayah dan ibu.

Eunji  suka bahasa Inggris. Dia ingin menjadi guru bahasa dan penerjemah. Menurutnya itu akan menyenangkan karena sejak kecil Eunji senang belajar bahasa. Eunji pikir jika ia menguasai bahasa ia bisa pergi keliling dunia! Setidaknya ke beberapa negara.
"Ibu! aku ingin masuk perguruan tinggi negeri di Bandung. Boleh kan?" Tanya Eunji suatu hari.
Ibu hanya mengangguk tanpa berkata apapun.
"Asiiiik!" Eunji berlalri ke kamar dan mulai belajar. Semangat!

-bersambung- dan tidak tahu kapan akan disambung lagi.












Wednesday, 12 February 2014

Another Day

"Lie to me. Say that you need me. That's what I wanna hear" -Lene Marlin : Another Day

Dulu, aku nggak habis pikir sama lirik lagu itu. Kenapa dia sampai minta orang untuk berbohong? Kenapa dia ingin mendengar kebohongan?
Karena .. (oke, ini emang nanya sendiri jawab sendiri)
karena kebohongan itu kadang bisa membuat orang bahagia meskipun hanya sesaat. Ingat, ya! HANYA sesaat. Kalau menurut aku, nggak ada kebohongan yang bisa bikin bahagia selamanya. NGGAK ADA!
Dan saat ini aku sedang ingin dibohongi. Kedengaran bodoh tapi memang ini memang bodoh. Sederhana saja, seperti lirik lagu yang kutulis di awal tulisan ini. Aku ingin mendengar atau setidaknya membaca dua, tiga kata yang biasa terucap ketika seseorang sedang jatuh cinta atau mengagumi orang lain.
Aku ingin mendengar "aku cinta kamu" keluar dari mulutmu. Ah tidak. Jika kamu memang tidak cinta, bagimana kalau "aku suka kamu" saja?
Jika kamu memang tidak suka, aku tidak akan memaksamu untuk menyukaiku. Aku hanya memintamu untuk mengatakannya, itu saja. Tidak perlu gunakan perasaanmu jika kau memang tidak suka. Aku hanya ingin mendengar kata itu terucap dari bibirmu. Hanya itu.
Sekarang, di sini, aku berdiri di hadapanmu. Menunggumu mengatakannya. Menunggumu berbohong untukku, untuk kebahagiaan sesaatku. Akanku pejamkan mataku saat kau akan mengatakannya karena aku hanya ingin mendengarnya. Jika aku hanya mendengarnya, kata-kata itu akan terdengar nyata. Biarkan aku mendengar suaramu sambil kupejamkan mataku. Kalaupun aku membuka mataku, matamu tidak akan bertemu dengan mataku. Katakanlah, berbohonglah padaku. Katakan kau menyukaiku.
Aku tidak akan melihat matamu, agar ketika aku membuka mataku, aku sadar kata yang kudengar darimu itu hanya sebuah mimpi.


Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...