Thursday, 3 July 2014

cerita pagi ini


Halo. Saat ini aku sedang ada di kantor. Kau tahu, kadang aku suka ngga ngerti sama orang-orang. Aku juga orang jadi berarti kadang aku ngga ngerti sama diri aku sendiri.
Jujur aku itu orangnya mudah tersinggung. Tapi tiap kali aku merasa tersinggung atau sakit hati sama perkataan orang-orang, aku diam. Apa yang orang-orang bicarakan sering aku dengar dengan hati. Seperti tadi itu. Mungkin maksud mereka memang bukan menyindir atau apa tapi aku yang mendengarnya jadi merasa hmm.. no comment.
Kata-kata seperti apa?
Sebenarnya hanya percakapan sederhana yang mau nggak mau aku pasti dengar karena posisi duduk aku yang pasti mendengar apa yang dibicarakan meskipun aku nggak ikut-ikutan karena
A
B
AKU

Begitulah posisi duduknya. Dan tempat kita ini ngga pake sekat kaya kantor-kantor biasanya. Sekatnya ya layar monitor aja. Makanya apapun yang dibicarakan pasti terdengar.
Tapi aku jadi belajar bagaimana cara beradaptasi dengan orang-orang yang berbeda usia dan berbeda karakter. Sebenarnya dari waktu kita sekolah juga kita sudah belajar beradaptasi dengan hal-hal seperti itu. Tapi, dunia kerja nggak se-sederhana itu, guys.
Ini memang pengalaman pertama aku kerja. Baiklah, aku memang belum berpengalaman dalam hal apapun. Semuanya dari nol. Aku diterima bekerja di sebuah perusahaan perseorangan di Bandung. Sebenarnya aku agak tidak percaya akan diterima beekerja karena ijazah yang aku punya adalah ijazah SMA. Sejauh ini, aku mencari pekerjaan, kebanyakan syaratnya adalah pendidikan minimal d3 atau s1. Hal itu yang membuatku menyerah sebelum berperang. Niat untuk memasukan surat lamaran pekerjaan sirna begitu saja setelah melihat syarat pendidikan minimal itu.
Singkat cerita, aku mulai bekerja dan apa pertanyaan pertama setelah berkenalan dengan orang-orang yang akan menjadi rekan kerjaku?
Lulusan mana?
Aku menjawab dan setelah itu tentu saja aku bertanya balik. Okay, mereka ternyata sudah mengenyam pendidikan lebih lama dariku. Ada yang d3, juga s1. Aku harap meskipun aku lulusan SMA, aku tidak dipandang sebelah mata oleh mereka karena aku akan berusaha untuk bekerja dengan kemampuanku yang mudah-mudahan bisa sama seperti mereka yang “bergelar”. You know, skill.
Pernah suatu hari A tiba-tiba monolog dan tentu saja aku dengar. “Percuma sekarang mah s1 tuh nggak dihargain.” Deg- aku langsung tersindiri dong. Secara di ruangan itu hanya aku yang nggak “bergelar”. Dalam hati aku berpikir, kenapa A bicara seperti itu?
Setelah berpikir, mungkin A merasa  tidak adil karena gaji yang diterima aku dan A itu sama. Padahal A sudah s1 dan aku baru masuk kerja. Kebetulan A bekerja satu bulan lebih dulu sebelum aku masuk.  Sejak saat itu A jadi agak sewot padaku. Entah mungkin hanya perasaanku saja. Aku mencoba bertahan dan tetap bersikap baik. Kalau bahasa kerennya itu keep calm.hahaha. Berpura-pura tdak mendengar sindiran A yang entah ditujukan pada siapa. Mungkin A hanya mengungkapkan rasa kecewanya. Kecewa karena dia yang sudah sekolah empat tahun dan mengeluarkan biaya nggak sedikit akhirnya gajinya sama kaya yang sekolah SMA. Mungkin kalau aku di posisi A aku akan merasakan “ketidakadilan” itu.
Mungkin aku hanya beruntung bisa bekerja di tempat yang gajinya tidak dibedakan oleh nama belakang. (read: gelar)
Tapi, hal itu tidak membuatku merasa puas dengan tidak kuliah lagi. Karena seandaianya bisa memilih, aku aku akan memilih kuliah. Kalau  ada yang gbertanya “bukannya waktu itu udah kuliah? Di PTN lagi.” Ya, memang. Tapi aku punya alasan buat resign dari sana. Bukan karena aku nggak bersyukur udah di biayain, udah dikasih fasilitas segala macam GRATIS. Tapi ada hal-hal yang aku nggak bisa terima dan aku nggak bisa ikutin aturan di sana. Jadi aku memutuskan untuk resign dan menerima segala resikonya.  Aku sudah siap dibenci atau dicap sebagai anak yang tidak tahu diuntung. Meskipun sebenarnya aku tidak mau dicap begitu tapi mereka pasti akan seperti itu. Sebenarnya aku sudah tidak ingin membahas ini tapi kau tahu, kita nggak akan pernah bisa lepas dari masa lalu. Dan masa itu bagiku adalah masa yang paling menyakitkan. Baru kali itu aku merasakan sakit hati yang teramat sakit dan membuatku trauma kaarena kata-kata yang mereka ucapkan. Karena aku punya alasan dan mereka tidak akan mau menegrti alasan itu karena mereka yang punya uang dan mereka selalu benar. Jadi, aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari perkuliahan itu. So complicated.
Alhamdulillah doaku untuk bisa kuliah lagi akhirnya terkabul. Meskipun aku harus mengorbankan waktu yang seharusnya aku gunakan untuk istirahat menjadi untuk belajar tapi aku tidak peduli. Karena aku berharap setelah aku lulus aku bisa melamar kerja ke tempat yang lebih baik.
Dan pembicaraan yang –terpaksa- aku dengar pagi ini adalah percakapan antara A dan B yang intinya mereka berpendapat “Ah, sekarang mah kuliah juga sama aja gajinya mah.” “Ah, da kuliah di jurusan mana juga nanti akhirnya mah kerjanya di mana.. sok tara nyambung.”
Kau tahu, saat ini aku sedang kuliah dan aku mendengar jelas percakapan itu.  Dan aku yakin A dan B tahu kalau aku mendengarnya. Aku tidak berkomentar. Secara tidak langsung seolah-olah pembicaraan itu ditujukan padaku yang kasarnya “buat apa sih kuliah lagi. Percuma.”
Percuma? Percuma karena gajinya akan sama dengan yang lulusan SMA?
Aku tidak peduli. Karena aku yakin kalau kita berusaha kita akan mendapatkan yang lebih baik. Ya, lebih baik dari ini. Lagi pula aku tidak akan selamanya bekerja di sini. Jadi intinya aku harus bisa membuktikan kalau kita usaha kita akan bisa mendapatkan yang lebih. Sudahlah, jangan dengarkan apa kata A dan B. Lagi pula rejeki itu sudah ada yang atur, tinggal bagaimana kita berusaha dan berdoa. Dan pelajaran lagi untukku adalah, jangan sampai ketika suatu hari aku punya gelar, aku jadi seperti A. Aku nggak akan seperti itu. Aku janji. Sudahlah,  mereka tidak akan pernah tahu rasanya jadi diriku dan aku juga tidak akan pernah mau jadi mereka. Anggap saja ini salah satu ujianuntukku agar aku kuat menghadapi berbagai macam orang.Kamu kuat, sa.
Dan aku suka banget sama  tulisan kak aldi tentang stereotioe negative terhadap yang bergelar. Baca, deh :)

3 comments:

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...