Sunday, 6 July 2014

Kata Riani


Ternyata kata-kata Riani yang bilang "Nggak enak ya jadi cewe. Kalau cewe suka sama orang gabisa langsung bilang. Bisanya cuma nunggu doang." nggak selamanya gitu juga. Nggak selamanya kalau cewe suka sama orang gabisa langsung bilang. Kalau emang kita (cewek) suka dan ingin mengungkapkan, why not? Ngga ada salahnya membiarkan orang yg kita suka tahu tentang perasaan kita. Rasa suka itu nggak se-sempit yang dipikirkan. Lagi pula kata "aku suka kamu" nggak selalu berarti minta jadian kecuali dilanjutkan dengan pertanyaan "kamu mau ga jadi pacar aku?"
Dan kayaknya jarang ada perempuan yang berani nanya kaya gitu ke cowo yang dia sukai, termasuk aku.
Tante pernah bilang, kalau perempuan itu nggak boleh mulai duluan. "Ga ada dalam kamus tante cewe yang mulai negur atau nanya duluan itu nggak ada."
Kata teman dan beberapa kerabat, kalau cewek yang ngungkapin duluan itu sama aja menjatuhkan harga diri sendiri. Kesannya 'gampangan' kalau kata seorang temanku. Yang ada kita bakal dicap agresif sama dia. Bahkan lebih parahnya lagi, cowok itu bakal so jual mahal atau merasa dibutuhkan dan bisa mainin perasaan kamu perempuan yg ngungkapin duluan.
Tapi aku nggak tau kalau di dunia ini emang ada tipe cowok yang memendam dan ga mau to the point sama perasaannya jadi dia nggak berani ungkapin dan nunggu cewe yg dia suka ungkapin duluan. Emang ada? Yang kaya gitu?
Aku sendiri menganggap cowo/cewe mengungkapkan perasaan itu bukan hal yang harus dipermasalahkan. Walau emang pada dasarnya cewek itu berharap cowok-lah yang duluan ngomong. Kebanyakan perempuan berharap cowok itu bersikap kaya tokoh2 namja di drama korea, termasuk aku. Heheheh. Tapi ...so far kayaknya namja itu ga ada.
Kau tahu aku menyukai seseorang yang ngga usah disebut namanya juga kau akan tahu. Aku masih aja suka nyebut namanya, dengar lagunya, -kadang- mikirin dia.
Dan.. Aku suka sendiri.
Aku nggak tahu dia di mana, dia lagi sibuk apa, atau dia juga suka sama aku atau nggak (kecuali kalau aku stalk sendiri). Dulu aku masih berharap suatu hari dia bakal nge-chat. Tapi setelah aku nggak sengaja lihat update-an dia yang ternyata ganti foto sama cewek yang aku gatau siapa aku udah nggak berharap bisa chatting lagi.
Kadang aku lelah kaya gitu. Beberapa teman sudah berkali-kali nyuruh aku 'move on' karena buat apa suka sama orang yang nggak tertarik sama kita?
Aku pun udah niat lupain. Aku bahkan sempat salah move on segala. Salah move on itu kayak move on tapi cuma sesaat dan akhirnya kembali mengakui kata hati (ciee) kalau kamu masih suka sama dia.
Suatu malam aku bercerita tentang dia ke temanku. Yang pasti dia sudah bosan kalau aku sudah mulai ngetik namanya di sela-sela pembicaraan gajelas tapi bikin senyum kita.
Udah banyak teman aku yang aku yakin mereka bosan parah kalau aku udah ke dia lagi dia lagi. Makanya aku suka minta maaf dulu.hehe. Mungkin pembaca blog ini juga bosan banget bacanya, ya. Maaf, ya.
Temanku ini agak beda dari beberapa teman yang lain, dia menyarankan aku buat ngungkapin perasaan aku. Fyi, temanku ini cowok. Dulu, aku pernah sih ada niatan ngungkapin tapi kata-kata yg udah aku ketik itu selalu aku hapus lagi.
Terlalu banyak hal yang aku takutkan kalau aku beneran ungkapin.
Myfriend : jadi, mau kapan ngomongnya?
Aku : nggak akan ngomong.aku kan riani.. -krik- lagian dia mungkin udah punya pacar.
Myfriend : Bisa aja dia kaya gitu karena dia nggak tau perasaan kamu. Ya gak apa2 atuh. Mau bilang sekarang juga. Ya kalau mau nunggu sampe single. Ya ok.
Aku : tapi.. Bukannya kalau cewek yang bilang duluan bakal dinilai "ih apaan sih ini cewe. Gampang/murah amat"
Myfriend :  perasaan ngga dihitung harga
Jujur aku langsung -deg- aja bacanya.
My friend : Ya kalo laki2 yang baik, insya Allah gak bakal ada pikiran kyk gitu. Kalau kamu percaya dia baik, kenapa ragu?
Aku : *speechless dulu*
Jadi.. Nggak semua cowok bakal menilai jelek cewek yang mengungkapkan perasaannya ?
Baru kali ini aku dapat jawaban itu dari cowok juga.
Mungkin dia emang nggak tahu kalau aku suka sama dia. Apa aku ungkapin aja? Apa aku kasih tahu ke dia kalau aku suka? Gimana kalau dia ilfeel? Dari gaya bales dia waktu terakhir aku sengaja chat, dia biasa aja. Aku nggak tau apa yang ada di pikiran dia setelah ..aku kira kita akan berteman. Bukan cuma saling kenal. Tapi ternyata aku bahkan jadi merasa kita nggak saling kenal ..
Terus? Kalau dia udah tahu, kamu mau apa? Nggak ada, sih. Tapi mungkin ..seenggaknya dia tahu dan ..udah itu aja. Aku udah nggak berharap dia suka juga sama aku karena aku udah hopeless. 
Sampai aku nulis ini aku masih bingung mau gimana bilang ke dia kalau aku suka. Aku udah siap sih sama apa yang bakal terjadi setelah itu. Tapi sampai sekarang aku masih memendam niatku. 
Kata temanku yang ga mau aku sebut namanya bisi terkenal, laki-laki yang baik ga akan nilai cewek itu gampang hanya karena dia ngungkapin perasaannya. Benarkah? Bagaimana aku tahu dia baik atau nggak? Setelah aku mengungkapkan perasaan? Jadi?

Thursday, 3 July 2014

cerita pagi ini


Halo. Saat ini aku sedang ada di kantor. Kau tahu, kadang aku suka ngga ngerti sama orang-orang. Aku juga orang jadi berarti kadang aku ngga ngerti sama diri aku sendiri.
Jujur aku itu orangnya mudah tersinggung. Tapi tiap kali aku merasa tersinggung atau sakit hati sama perkataan orang-orang, aku diam. Apa yang orang-orang bicarakan sering aku dengar dengan hati. Seperti tadi itu. Mungkin maksud mereka memang bukan menyindir atau apa tapi aku yang mendengarnya jadi merasa hmm.. no comment.
Kata-kata seperti apa?
Sebenarnya hanya percakapan sederhana yang mau nggak mau aku pasti dengar karena posisi duduk aku yang pasti mendengar apa yang dibicarakan meskipun aku nggak ikut-ikutan karena
A
B
AKU

Begitulah posisi duduknya. Dan tempat kita ini ngga pake sekat kaya kantor-kantor biasanya. Sekatnya ya layar monitor aja. Makanya apapun yang dibicarakan pasti terdengar.
Tapi aku jadi belajar bagaimana cara beradaptasi dengan orang-orang yang berbeda usia dan berbeda karakter. Sebenarnya dari waktu kita sekolah juga kita sudah belajar beradaptasi dengan hal-hal seperti itu. Tapi, dunia kerja nggak se-sederhana itu, guys.
Ini memang pengalaman pertama aku kerja. Baiklah, aku memang belum berpengalaman dalam hal apapun. Semuanya dari nol. Aku diterima bekerja di sebuah perusahaan perseorangan di Bandung. Sebenarnya aku agak tidak percaya akan diterima beekerja karena ijazah yang aku punya adalah ijazah SMA. Sejauh ini, aku mencari pekerjaan, kebanyakan syaratnya adalah pendidikan minimal d3 atau s1. Hal itu yang membuatku menyerah sebelum berperang. Niat untuk memasukan surat lamaran pekerjaan sirna begitu saja setelah melihat syarat pendidikan minimal itu.
Singkat cerita, aku mulai bekerja dan apa pertanyaan pertama setelah berkenalan dengan orang-orang yang akan menjadi rekan kerjaku?
Lulusan mana?
Aku menjawab dan setelah itu tentu saja aku bertanya balik. Okay, mereka ternyata sudah mengenyam pendidikan lebih lama dariku. Ada yang d3, juga s1. Aku harap meskipun aku lulusan SMA, aku tidak dipandang sebelah mata oleh mereka karena aku akan berusaha untuk bekerja dengan kemampuanku yang mudah-mudahan bisa sama seperti mereka yang “bergelar”. You know, skill.
Pernah suatu hari A tiba-tiba monolog dan tentu saja aku dengar. “Percuma sekarang mah s1 tuh nggak dihargain.” Deg- aku langsung tersindiri dong. Secara di ruangan itu hanya aku yang nggak “bergelar”. Dalam hati aku berpikir, kenapa A bicara seperti itu?
Setelah berpikir, mungkin A merasa  tidak adil karena gaji yang diterima aku dan A itu sama. Padahal A sudah s1 dan aku baru masuk kerja. Kebetulan A bekerja satu bulan lebih dulu sebelum aku masuk.  Sejak saat itu A jadi agak sewot padaku. Entah mungkin hanya perasaanku saja. Aku mencoba bertahan dan tetap bersikap baik. Kalau bahasa kerennya itu keep calm.hahaha. Berpura-pura tdak mendengar sindiran A yang entah ditujukan pada siapa. Mungkin A hanya mengungkapkan rasa kecewanya. Kecewa karena dia yang sudah sekolah empat tahun dan mengeluarkan biaya nggak sedikit akhirnya gajinya sama kaya yang sekolah SMA. Mungkin kalau aku di posisi A aku akan merasakan “ketidakadilan” itu.
Mungkin aku hanya beruntung bisa bekerja di tempat yang gajinya tidak dibedakan oleh nama belakang. (read: gelar)
Tapi, hal itu tidak membuatku merasa puas dengan tidak kuliah lagi. Karena seandaianya bisa memilih, aku aku akan memilih kuliah. Kalau  ada yang gbertanya “bukannya waktu itu udah kuliah? Di PTN lagi.” Ya, memang. Tapi aku punya alasan buat resign dari sana. Bukan karena aku nggak bersyukur udah di biayain, udah dikasih fasilitas segala macam GRATIS. Tapi ada hal-hal yang aku nggak bisa terima dan aku nggak bisa ikutin aturan di sana. Jadi aku memutuskan untuk resign dan menerima segala resikonya.  Aku sudah siap dibenci atau dicap sebagai anak yang tidak tahu diuntung. Meskipun sebenarnya aku tidak mau dicap begitu tapi mereka pasti akan seperti itu. Sebenarnya aku sudah tidak ingin membahas ini tapi kau tahu, kita nggak akan pernah bisa lepas dari masa lalu. Dan masa itu bagiku adalah masa yang paling menyakitkan. Baru kali itu aku merasakan sakit hati yang teramat sakit dan membuatku trauma kaarena kata-kata yang mereka ucapkan. Karena aku punya alasan dan mereka tidak akan mau menegrti alasan itu karena mereka yang punya uang dan mereka selalu benar. Jadi, aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari perkuliahan itu. So complicated.
Alhamdulillah doaku untuk bisa kuliah lagi akhirnya terkabul. Meskipun aku harus mengorbankan waktu yang seharusnya aku gunakan untuk istirahat menjadi untuk belajar tapi aku tidak peduli. Karena aku berharap setelah aku lulus aku bisa melamar kerja ke tempat yang lebih baik.
Dan pembicaraan yang –terpaksa- aku dengar pagi ini adalah percakapan antara A dan B yang intinya mereka berpendapat “Ah, sekarang mah kuliah juga sama aja gajinya mah.” “Ah, da kuliah di jurusan mana juga nanti akhirnya mah kerjanya di mana.. sok tara nyambung.”
Kau tahu, saat ini aku sedang kuliah dan aku mendengar jelas percakapan itu.  Dan aku yakin A dan B tahu kalau aku mendengarnya. Aku tidak berkomentar. Secara tidak langsung seolah-olah pembicaraan itu ditujukan padaku yang kasarnya “buat apa sih kuliah lagi. Percuma.”
Percuma? Percuma karena gajinya akan sama dengan yang lulusan SMA?
Aku tidak peduli. Karena aku yakin kalau kita berusaha kita akan mendapatkan yang lebih baik. Ya, lebih baik dari ini. Lagi pula aku tidak akan selamanya bekerja di sini. Jadi intinya aku harus bisa membuktikan kalau kita usaha kita akan bisa mendapatkan yang lebih. Sudahlah, jangan dengarkan apa kata A dan B. Lagi pula rejeki itu sudah ada yang atur, tinggal bagaimana kita berusaha dan berdoa. Dan pelajaran lagi untukku adalah, jangan sampai ketika suatu hari aku punya gelar, aku jadi seperti A. Aku nggak akan seperti itu. Aku janji. Sudahlah,  mereka tidak akan pernah tahu rasanya jadi diriku dan aku juga tidak akan pernah mau jadi mereka. Anggap saja ini salah satu ujianuntukku agar aku kuat menghadapi berbagai macam orang.Kamu kuat, sa.
Dan aku suka banget sama  tulisan kak aldi tentang stereotioe negative terhadap yang bergelar. Baca, deh :)

Close Your Eyes and Feel The Air


Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...