Friday, 24 June 2016

Smoker on The Road

Mungkin kalian, khususnya pengendara sepeda motor, pernah mengalami kejadian 'tersemprot' asap rokok saat berkendara di Jalan. Bagaimana ya menjelaskannya?
Jadi kita ada di belakang pengendara motor yang sedang melaju dan dia juga sedang merokok.
Kebayang dong asapnya bakal ke mana? Ya ke belakang kita.
Dan rasanya itu hampir sama kaya kena semprot asap knalpot truk atau bus yang hitam seperti awan hujan badai. Nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Nggak enak.
Terkadang aku pikir mereka sadar nggak sih yang mereka lakukan itu.... JAHAT!
Sebenarnya bukan hanya pengendara motor. Pengendara mobil pun begitu. Mereka dengan 'watados'-nya membuang abu ke jalan melalui jendela. Tanpa disadari abu itu mengenai pengemudi motor yang berada di belakangnya.
AAAAAA!!!!!
Aku sudah tidak tahan lagi dengan sikap smoker on the road ini.
Sedihnya lagi, mereka tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga lingkungan. Udah merokok sambil mengendarai, asapnya kena orang lain, buang abu dan puntung rokoknya juga sembarangan.
Malu gak sih?
Nggak.
Kalau malu mereka nggak mungkin seperti itu. Sedih, ya? Banyak banget orang egois.
Sebagai pengendara motor yang tidak merokok ingin rasanya aku mengeluarkan sumpah serapah kepada mereka yang merokok dan buang puntungnya gitu aja.
True, aturan denda, larangan merokok di tempat umum atau apapun di negara ini seakan hanya menjadi hiasan. Sangat sedikit mereka yang peduli. Apa namanya kalau bukan egois?

Wednesday, 22 June 2016

Aku

"Aku harus jadi seseorang. 
Aku nggak mau boleh jadi orang yang biasa-biasa aja."

Bahkan jika setelah aku menikah dan berkeluarga, aku nggak mau hanya jadi orang yang sekedar menjalani hidup apa adanya. Banyak orang khususnya perempuan yang 'berhenti' setelah dia menikah lalu kemudian punya anak. Entah itu berhenti bekerja atau berhenti mengejar cita-citanya dengan alasan 'demi anak'. Lain halnya jika suaminya melarang sang istri untuk bekerja.  
Memang tidak ada yang salah dengan menjalani hidup apa adanya. 
Tapi aku nggak akan menjadikan pernikahan dan berkeluarga menjadi penghalang untuk terus berkembang, meraih cita-cita, dan menjadi seseorang. 

Aku akan jadi seseorang yang sukses. Aku harus jadi orang yang sukses karena aku nggak mau selamanya hidup jadi orang yang biasa aja. Aku nggak mau selamanya jadi karyawan yang dari hari Senin-Jumat bahkan Sabtu harus pergi ke kantor dan bekerja di sana selama 8 jam atau lebih. 
Nggak mau selamanya jadi orang yang bahagia hanya saat weekend datang dan sedih saat tahu besok adalah hari Senin. Nggak mau keuangan aku ditentukan oleh tanggal tua atau muda. Nggak mau waktu aku diatur sama jam kerja. Berharap kalender itu warnanya merah semua(?)

Ya, aku ingin jadi orang kaya. Siapa yang tidak mau?
"Kalau kamu (perempuan) mau jadi kaya ada dua pilihan: nikah sama anak orang kaya atau sama om-om  (kaya)." 
Akui saja, itu quotes yang realistis enough to do(?). 
HAHAHA. 
Banyak yang memilih cara itu dan tidak ada yang salah. Terserah saja. 
Siapa yang nggak mau hidup 'mapan'?

Aku?
Aku mau. Hanya saja dari dulu aku tidak punya prinsip seperti quotes tadi: membuat 'kualifikasi' dari harta yang dimiliki seseorang atau orangtuanya. Nggak. 
Aku lebih suka seseorang yang berusaha. dan aku menemukan itu dalam dirinya. :)
Quotes itu nggak mutlak. 
Aku bisa kaya tanpa harus menikah sama kategori orang yang disebut quotes itu. 
Aku bisa kaya karena usaha aku dan dukungan dari orang-orang yang aku sayang. Aku sadar aku banyak banget maunya. Pergi ke sana, ke situ, beli ini-itu, ajak jalan-jalan keluarga, jajan, makan makanan enak,beliin dia ini-itu, pake aplikasi berbayar jadi premium, banyak banget.

Itu kenapa aku harus jadi 'seseorang'. 

Dua Puluh Tahun

Tenang, kali ini kita tidak akan bertemu aku 20 tahun lalu. Haha. Dua puluh tahun adalah alasanku 'menolak' orang yang pertama kali ...